Lifestyle

Wanita Perkasa

Salah satu mimpi yang terwujud, ke Dusun Sade, Lombok

Apa yang ada dalam benak Kalian saat mendengar atau membaca kata wanita perkasa? Pasti banyak yang menjawab, wanita perkasa adalah wanita kuat, tegar dan berani. Seperti sosok Wonder Woman atau Xena Si Jagoan wanita. Mamak juga sempat berpikiran seperti itu sebelum berjumpa dengan sosok Almarhumah Bu Djuju atau lengkapnya Djuariah M Utja (punten atuh yak Bu, Saya teh lupa gelar Ibu yang lengkap. Maaf atuh ya Bu), salah satu dosen senior jurusan Antropologi FISIP Universitas Padjajaran, Bandung.

Bu Djuju, dosen senior yang telah memasuki usia senja. Pada tahun 2000, saat itu, beliau telah berusia lima puluh tahunan. Harusnya sudah memasuki masa pensiun tapi Bu Djuju tetap ingin mengajar. Mamak mengenalnya sebagai dosen yang ramah dan bisa diajak ngobrol asik. Satu hal yang selalu Mamak ingat adalah Bu Djuju kesulitan berjalan karena kecelakaan yang dialaminya di Belanda, tempurung lututnya hancur sehingga dioperasi dan kondisi lututnya ini yang sering membuat kondisi kesehatannya menurun. Dan sekarang, Mamak pun mengalami kondisi yang sama dengan Bu Djuju, sama-sama memiliki masalash dengan tempurung lutut karena kecelakaan. (Saya selalu teringat Ibu setiap merasakan sakit dan nyeri pada lutut ini. Seperti ini ya Bu, rasa sakit yang dulu sering Ibu rasakan, Hiks).

Bu Djuju sudah mengajar Mamak sejak di tingkat satu tapi baru intens berkomunikasi pada saat Mamak bimbingan penelitian untuk skripsi. Yups, Bu Djuju salah satu pembimbing skripsi Mamak. Beberapa kali, Mamak bimbingan di rumahnya sepulang kuliah dan bareng Beliau naik bis Damri dari Kampus Jatinangor sampai Terminal Cicaheum, Bandung. Rumah Bu Djuju ini berada di daerah Jati Handap, persis seberang Terminal Cicaheum.
Selama perjalanan menuju rumahnya itulah banyak kisah mengalir dari bibirnya. Bu Djuju seorang ibu, istri dan juga dosen. Tiga peran yang harus dia lakukan dan terkadang membuat dilema sendiri untuk dirinya. Tak jarang, Ia dihadapkan pada situasi harus memilih antara kepentingan anak dan suaminya atau kepentingannya sebagai dosen. Dan Beliau selalu mengambil keputusan dengan meminta saran suami tercinta. Bu Djuju selalu menegaskan bahwa setinggi apapun posisi dan kedudukan seorang wanita di luar rumah namun begitu dia tiba di rumah dia hanyalah seorang istri dan makmum bagi suaminya serta ibu untuk anak-anaknya.
Selain itu, Bu Djuju sering berkata bahwa sebagai perempuan harus pintar mengatur dan menggunakan uang yang diberikan oleh suami. Harus pintar bersyukur. Wanita harus punya penghasilan sendiri untuk keperluannya sendiri, “Wi, Ibu teh riyeut kalau ngga pegang uang sendiri. Apalagi kalau sudah hari Jumat. Ibu mah langsung stress kalau di dompet ngga ada 500ribu”. Mamak terhenyak lalu bertanya sambil mikir, “kenapa seperti itu, Bu?” “Hari Jumat sampai Minggu siang, Ibu teh jadwalnya menikmati hidup. Nyalon, shopping atau nginep di hotel di Lembang. Ibu teh sudah tua, saatnya menikmati jerih payah sendiri. Anak-anak sudah bisa cari uang sendiri, tanggung jawab Ibu untuk membiayai mereka telah selesai sekarang saatnya Ibu untuk menyenangkan diri sendiri. Ibu teh ngga bisa diam saja dan ngga ngajar. Pusing Ibu kalau di rumah saja. Sudah terbiasa kerja dari muda. Saat muda seperti Kamu ini, harus kerja keras Wi. Bikin orang-orang ngga akan lupa sama kamu karena prestasi dan ketulusan hati kamu”.

Mimpi keliling Indonesia mulai tercapai satu persatu

Dilain kesempatan, beliau juga berkata bahwa hidup ini perlu keberanian. Keberanian untuk menerima kesalahan dan kekalahan. Manusia ngga ada yang selalu benar, pasti ada kepelesetnya tapi seberapa tangguh dia untuk bangun lagi, itulah kunci seseorang sukses atau malah jadi pecundang. Jangan pernah takut mencoba dan gagal. Selama fokus pada apa yang dilakukan, pasti ada hasilnya. Bu Djuju dengan kesederhanaannya mampu membuat Mamak jadi banyak berpikir dan merenungkan kata demi kata yang keluar dari mulutnya.

Bu Djuju dengan lututnya yang sakit jika dipakai untuk berjalan tetap semangat mengajar dan jika tidak ada supir yang mengantarnya ke kampus, dia memilih naik bis supaya tetap bisa datang ke kampus dan melawan rasa nyeri dilututnya. Bukan melawan tapi berdamai dengan rasa nyeri itu. Bagi Mamak, hal tersebut sangat membekas dihati. Sakit tak dapat menghentikan semangat Bu Djuju untuk tetap berkarya.

Tanpa Mamak sadari setiap perkataannya masuk dan tertanam di pikiran alam bawah sadar Mamak. Terbawa terus dan mempengaruhi cara Mamak berpikir dan memandang hidup. “Hidup harus punya mimpi, Wi. Harus punya keinginan. Kalau ngga gitu mah ngga akan semangat. Hambar. Ya udah mending mati aja sekalian”. Glek. Kalimat yang langsung menancap dihati Mamak.

Wanita harus mandiri tapi tetap melayani suami dan anak-anak. Harus bisa menjalankan perannya dengan baik. Jadi ibu dan istri itu ngga gampang tapi bukan berarti ngga mungkin. Jangan mau hanya nodong saja sama suami. Jangan sampai merepotkan anak jika tua nanti. Jadi ibu mah harus pintar dan tahan banting. Kalimat-kalimat sakti Bu Djuju yang masih jelas Mamak rekam dalam memori Mamak.

Bu Djuju sosok wanita baik hati tapi soal kecerewetan tentang mana yang harus dilakukan dan tidak dilakukan dalam hidup ini, Beliaulah juaranya wkwkwk. Termasuk dalam pengerjaan skripsi Mamak. Sering banget Mamak kena semprot karena ketahuan malas bimbingan dan kurang semangat. Bete banget sih pada saat itu hahahaha. Tapi ternyata kesan Mamak terhadap sosok almarhumah terbawa terus sampai sekarang.

Oh ya, ada satu kesempatan yang Mamak rasakan seperti neraka saat bimbingan di rumahnya. Bukan, bukan karena Mamak disemprot karena kelalaian Mamak. Bukan karena itu tapi karena Mamak dipaksa Bu Djuju harus menghabiskan segelas besar alpukat yang dicampur susu. Alamak jang Mamak kan paling geli sama alpukat dan ngga doyan susu tapi dipaksa untuk menghabiskannya. Kebayang dong gimana rasanya perut Mamak saat itu? Untung saja Mamak ngga langsung muntah dihadapan Bu Djuju. Tahu Mamak ngga doyan “formula” itu eh setiap bimbingan di rumahnya, selalu itu yang disuguhkan ke Mamak. Hadeeeh nigthmare huahaha.


Bagi Mamak, salah satu sosok wanita perkasa itu adalah Bu Djuju. Dibalik semua kelemahannya, rasa sakit yang dirasakannya namun beliau tetap semangat dan happy menjalani hidup. Semangatnya luar biasa hingga ujung usia. Fisiknya memang lemah tapi jiwa dan hatinya selalu kuat dan pantang menyerah.

Bu Djuju merupakan salah satu inspirator hidup Mamak. Semua perkataannya selalu menjadi cambuk semangat saat lelah dan kejenuhan datang menyapa. Terimakasih Ibu karena telah mewarnai hidup Saya dan membuat Saya menjadi tahu apa yang Saya mau dalam hidup ini. Sekarang Saya mulai dapat menikmati sedikit demi sedikit dari mimpi-mimpi Saya. Ibu memang benar, Tuhan selalu punya cara ajaib untuk mewujudkan mimpi seseorang. Bahagia dan damai disisi-NYA ya Bu. Terimakasih, Bu Djuju.


Menikmati Indonesia Timur akhirnya terwujud






12 Comments

  1. Kisah inspiratif bisa datang dari mama saja, mbak. Alasan itu yang membuat saya suka ngobrol dengan orang baru sekedar mencari nilai kebaikan orang. Semoga Bu Djuju mendapat tempat yang layak disana 🙂

  2. Inspiratif sekali mak ceritanya, mengharukan tapi juga membangkitkan semangat supaya kita sebagai perempuan jangan mudah menyerah. Semangat mak…

  3. Semua yang dilakukan secara tekunemang pasti bakal memperlihatkan hasil mak… Ya hasil kan ga akan membohongi hasil begitu juga sebaliknya … Kerena lah si jamak yang satu ini… Semangaattt

  4. Saya pernah merasakan sebagai dosen bisa dikategorikan dalam dunia pendidikan juga ya. Tapi saya mendukung semua mahasiswa menuju masa depan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button