Uncategorized

Menulis Dengan Cinta Bersama Dini Fitria

Narasumber workshop Menulis Dengan Cinta

Tak terasa telah hampir satu setengah tahun saya menjadi seorang fulltime blogger. Blogging memberi banyak warna dan cerita dalam hidup saya. Menjadi seorang blogger memang bukan cita-cita saya, kepikiran pun tidak. Tapi ternyata saya malah jatuh cinta dengan dunia blogging ini. Awal nge-blog, saya tak membayangkan bahwa blogger dapat menjadi sebuah profesi yang memiliki banyak keuntungan meskipun untuk memperoleh semua keuntungan tersebut diperlukan usaha dan perjuangan.

Saya sangat menikmati perjalanan saya sebagai seorang blogger hingga sampai pada satu titik saya merasa tulisan saya hambar bagai sayur tanpa garam. Saya merasa semakin banyak job menulis yang saya dapatkan, semakin parah saja kadar kehambaran tulisan saya. Bahkan saya merasa tulisan saya mati rasa. Saya kehilangan feel dalam banyak tulisan saya. Tulisan saya seolah kehilangan jiwanya. Terutama dalam tulisan job review. Saya merasa kehilangan gairah dalam menulis. Saya menulis hanya untuk menuntaskan kewajiban saja. Hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Meskipun getir tapi saya harus akui bahwa tulisan saya kehilangan nyawanya dan mengalami penurunan kualitas.
Kehambaran dalam tulisan saya semakin terasa saat saya mulai menerima job sebagai seorang penulis konten. Saya seperti kehilangan identitas sebagai seorang blogger. Jika dulu saya menulis karena saya suka menulis, saya happy menulis dan saya menulis tanpa beban. Ya nulis saja apa yang ada dalam hati dan pikiran saya. Tapi yang saat ini terjadi adalah saya menulis dengan banyak “pikiran”. Saya tidak merasakan enjoy lagi dalam menulis. Saya mulai terjebak dengan pikiran-pikiran seperti tulisan ini harus dapat sekian page view sesuai target, harus berada di urutan nomer satu pencarian google, harus banyak yang komentar, harus ini dan harus itu. Dan pada akhirnya, semua pikiran tersebut menjadi beban tersendiri bagi saya.

Saya menyadari keadaan yang saya alami saat ini tak bisa dibiarkan semakin larut. Saya harus mampu menemukan kembali “nyawa” dalam tulisan saya. Saya merasa Tuhan menolong saya saat saya membaca difacebook grup Indonesian Sosial Blogpreneur (ISB) bahwa akan diadakan workshop menulis dengan cinta bersama Dini Fitria. Kalian tahu siapa itu Dini Fitria? Yups, Mba Dini Fitria adalah penulis buku novel religi Islami. Saya kagum dengan caranya bertutur dalam buku Islah Cinta. Saya yakin workshop ini dapat membantu saya keluar dari kehampaan yang saya rasakan. Tanpa banyak pikir dan penuh harapan, saya pun mendaftar acara workshop tersebut. Deg…ternyata tak ada nama saya dalam daftar nama-nama peserta workshop. Memang tidak semua peserta yang mendaftar terpilih sebagai peserta. Kecewa. Perasaan itulah yang saya rasakan. Tadinya saya samgat berharap dengan mengikuti workshop Mba Dini, saya dapat menemukan kembali ‘sesuatu’ yang hilang dalam tulisan saya.

Ditengah rasa kecewa yang saya rasakan, saya coba untuk mengikhlaskan semuanya. Saya coba mengingat kembali bagaimana suka citanya saya saat tulisan saya banyak yang mengomentari dan beberapa diantaranya merasa terbantu karena tulisan saya memberi informasi yang mereka cari dan butuhkan. Saya mencoba mengulang kembali masa-masa saya merasa ‘haus’ untuk menulis. Saya harus bangkit dari jebakan perasaan saya sendiri.

Ketika saya telah dapat menerima rasa kecewa karena tidak terpilih sebagai peserta workshop, saya diberitahu oleh Teh Ani Berta bahwa saya bisa mengikuti workshop Mba Dini karena salah satu peserta berhalangan hadir. Thanks God. Alhamdulillah. Seketika hati saya berbunga-bunga. Rasanya seperti dilamar pacar wkwkwkwk *lebay. Saat yang dinantikan pun tiba. Bertempat di JSC Hive Co-Working Kuningan, untuk pertamakalinya saya berjumpa dengan Mba Dini Fitria.
Workshop ” Menulis Dengan Cinta Bersama Dini Fitria” disponsori oleh Kulina Katering, katering yang melayani makan siang karyawan kantoran; Shafira, salah satu brand fashion muslimah; Zoya, kosmetik halal; dan C2Live.

Mba Dini Fitria dan Teh Ani Berta

Mba Dini menjelaskan mengapa menulis itu penting. Menuliskan rasa itu penting karena menulis merupakan cara termudah, termurah dan teraman untuk menuangkan rasa. Menulis dapat bermanfaat bagi kesehatan jiwa yang berpengaruh pada kesehatan fisik. Kebiasaan menulis mengenai pengalaman hidup yang berharga dapat menurunkan masalah kesehatan (Penelitian Pennebaker and Beal; 1986). Dan kalau saya pribadi beranggapan bahwa menulis itu dapat menjaga supaya saya tetap ‘waras’.

“Menulis membuat bahagia. Menulis untuk berbahagia.” (Orhan Pamuk)

Mba Dini juga menjelaskan apa itu tulisan feature. Tulisan feature adalah tulisan yang long lasting, tidak akan pernah basi, selalu aktual karena menggabungkan fakta, opini dan gaya bahasa sastra yang menambah “warna” serta memberikan “unsur drama” yang mengisahkan sebuah kejadian atau mengulas peristiwa yang dialami. Karena itu tulisan feature yang baik harus peka, berisi pengalaman, harus memiliki identitas dan konsisten. Contoh sederhana dari tulisan feature adalah tulisan yang dituangkan dalam buku diary atau buku harian.

Peserta workshop

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis feature, yaitu tulisan harus mempunyai tujuan yang jelas, untuk apa tulisan tersebut dibuat, tulisan harus relevan atau prestisius, harus membuat siapapun yang membacanya menjadi penasaran. Dan yang terpenting adalah tulisan feature harus penuh penghayatan. Tulisan features ditulis dengan tekhnik story telling. Mengapa harus story telling? Karena tulisan features lebih banyak mengajak pembaca untuk berimajinasi. Kebanyakan orang akan suka dengan cerita yang membuat si pembaca merasa menjadi bagian dari cerita tersebut. Pembaca akan lebih menyukai tulisan yang mampu menyentuh hatinya dan meninggalkan kesan mendalam.

Dari penjelasan yang diuraikan Mba Dini, saya menangkap pemahaman bahwa tulisan yang memiliki rasa adalah tulisan yang berasal dari hati. Bukan hanya sekedar menulis karena “harus” menulis tapi lebih kearah menulis karena memang kita perlu menulis. Menulis karena memang kita butuh dan tanpa ribet memikirkan hal-hal tekhnis yang bikin kepala menjadi berat. Meskipun begitu, tulisan yang kita buat haruslah sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan usahakan tidak ada salah penulisan atau typo. Dalam menulis, kita juga tidak boleh egois dan selalu ingin berada dalam zona nyaman. Seperti jawaban Mba Dini atas pertanyaan yang saya lontarkan, “kenapa tulisan review saya terasa hampa dan tak bernyawa?”. Jawaban Mba Dini adalah karena saya egois. Saya tidak mau berada diluar zona nyaman saya. Saya tidak mau belajar untuk menyukai apa yang saya anggap tidak saya sukai. Poin terpentingnya adalah saya harus berdamai dengan diri saya sendiri untuk mengembalikan gairah dan soul menulis saya.

Persis seperti harapan saya saat mendaftar workshop ini bahwa saya akan memperoleh “pencerahan” dari workshop ini dan ternyata memang benar, saya merasa menemukan kembali nyawa tulisan saya. Penjelasan Mba Dini tentang menulis yang melibatkan emosi tapi tetap berada dalam kerangka menulis yang benar, akan menghasilkan tulisan yang bukan hanya sekedar informatif dan enak untuk dibaca tapi dapat menjadi sebuah terapi jiwa sangat membekas dalam benak saya.

Saya benar-benar bersyukur dapat mengikuti workshop ini. Saya seperti memulai perjalanan baru dengan hati yang lebih siap dan yakin bahwa tidak ada yang perlu saya khawatirkan dengan tulisan saya. Selama ini saya juga dipusingkan dengan pikiran bahwa apakah tulisan saya sudah cukup layak untuk dibaca orang lain. Kini, saya yakin tulisan saya pasti akan menemukan pembacanya sendiri, cepat atau lambat.

9 Comments

  1. Buat belajar meluaskan diksi, saya baca novel trilogi cinta nya Mba Dini, udah terpenuhi rasa penasarannya dan bisa sekaligus belajar yg menyenangkan sambil baca novelnya itu

  2. Wah berarti Emak berjodoh dengan workshop ini. Iya nih Mak, kalau kebanyakan event aku jadi kurang ada rasa di tulisan. Kalau gini biasanya aku nulis organik dulu sebagai selingan sekaligus membangun mood.

  3. Betuuul mak. Tulisan yang harus dapat traffic tinggi, komentar banyak, bikin kita enggak fokus sama isi konten ya. Mikirnya cuma gimana nih bisa gugur kewajiban dan mencapai target. Huhuhuu..

  4. Menulis hambar karena sekedar menggugurkan kewajiban itu yang saya hindari mba dew, makanya dari dulu saya daftar acara yang saya suku (itu juga belum tentu terpilih hi… Hi…) seminggu paling banyak dua, biar masih bisa menulis tulisan suka2 saya di blog.
    Semoga kita tetap semangat menulis ya mba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button