Ekonomi

Yuk Atur Uangmu Agar Bebas Finansial

Di dunia ini pasti banyak yang ingin hidup kaya raya dan banyak uang. Coba saja tanya kebeberapa orang terdekat kita apakah mereka menginginkan hidup kaya raya dan banyak uang? Pasti rata-rata menjawab iya. Tapi sayangnya kehidupan nyata tidaklah seindah dan semanis kisah sinetron. Apalagi sinetron tanah air yang berisi khayalan babu semata wkwkwk. Kenyataan yang terjadi adalah hanya segelintir orang saja yang dapat menikmati kekayaan melimpah ruah dan enggak akan habis tujuh turunan. Sisanya? Harus berjuang dan berusaha untuk memiliki kehidupan yang layak, berkecukupan dan mapan. Termasuk saya ini.


Uang menjadi satu “momok” yang dapat membahagiakan sekaligus membuat manusia menderita sesusah-susahnya. Ish serem yak. Kenapa saya mengatakan seperti itu? Karena bagi sebagian orang yang mampu mengatur uangnya dan membuat uangnya tersebut bekerja untuk dirinya maka kebahagiaan dan kemakmuranlah yang akan dia dapat. Namun sebaliknya, bagi orang yang tidak mampu mengatur uangnya dan diperbudak oleh uang maka kesengsaraan dan penderitaanlah yang ia dapatkan.

Nah sekarang pertanyaannya adalah saya dan kalian termasuk kategori yang mana? Yang bekerja untuk uang atau dikerjain oleh uang ? *ehh wkwkwk. Jawab dalam hati masing-masing saja yak xixixi. Izinkan saya untuk mendongeng kisah hidup saya yak. Saya ingin bercerita kenapa saya dapat menikmati hidup saya ini dengan santai dan bahagia cieee. Saya bukan berasal dari keluarga kaya raya atau pengusaha tapi hanya berasal dari keluarga yang cukup. Cukup makan, cukup punya rumah, cukup punya mobil, cukup ada uangnya ketika mau liburan dan cukup untuk menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Ayah saya bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu saya seorang pedagang sayur di pasar tradisional.

Sejak kecil, ayah saya mendidik anak-anaknya dengan tegas dan disiplin terutama soal keuangan. Kami dibiasakan untuk menabung dan berusaha dengan gigih untuk mendapatkan apa yang kami inginkan melalui usaha kami sendiri misalnya membeli mainan dengan memakai uang jajan atau uang bekal sekolah. Kami selalu diingatkan untuk tidak pernah berhutang dengan siapa pun.

Saya masih ingat betul bagaimana pusingnya mengatur uang 5 ribu rupiah untuk keperluan saya sekolah selama seminggu. Saat itu saya baru berusia 9 tahun dan kelas 4 SD. Coba deh bayangkan anak piyik seragam putih merah sudah diberikan tanggung jawab untuk mengatur uang jajannya sendiri selama satu minggu?

Awalnya sih senang karena megang uang sendiri, bisa beli mainan atau jajanan sesuka hati tapi hari kedua sudah habis uang bekal mingguan saya dan saya pun harus puasa jajan sampai hari Minggu hiks. Setiap hari minggu orang tua saya baru memberi uang jajan lagi. Orang tua saya enggak akan memberi kami uang jajan lagi sebelum waktunya tiba meski kami harus menahan lapar di sekolah. Teganya wkwkwk.

Tindakan ayah saya mendidik anak-anaknya untuk mandiri bukan hanya dengan memaksa anak-anaknya untuk mampu mengatur uang sejak usia 8-9 tahun saja tapi beliau mewajibkan kakak saya yang jarak usianya 15 tahun dan 8 tahun diatas saya sudah harus mampu menghasilkan uang saat usia mereka 17 tahun. Hmmm itulah cara ayah saya untuk membuat anak-anaknya paham bagaimana susahnya mencari uang sekaligus mengatur uang.

Saat itu saya sempat berpikir, kejam sekali ayah dan ibu saya. Saya pernah menahan lapar di sekolah berhari-hari lamanya karena uang bekal yang mingguan itu hanya bertahan dua hari saja karena saya tergoda membeli mainan di kantin sekolah hahahaha. Karena merasa tidak ingin menderita lagi akibat tidak punya uang maka saya mulai mencatat apa saja pengeluaran saya dan semua hal yang saya butuhkan. Saya selalu menyisihkan dulu uang bekal saya dan sisanya baru digunakan. Secara tidak saya sadari, orang tua saya sedang mengajari saya bagaimana caranya mengelola uang .

Didorong rasa ingin memiliki sesuatu barang yang saya inginkan, saya sering putar otak bagaimana caranya mendapatkan uang lebih. Alhasil saya berusaha membujuk kakak saya yang usianya terpaut cukup jauh dengan saya untuk menggaji saya. Iya menggaji saya karena menggantikan tugasnya di rumah seperti mencuci piring dan menyapu. Hahahaha. Kakak saya yang saat itu sudah kuliah dan menjadi guru privat beberapa murid SD mengiyakan bujukan saya. Maka jadilah saya asisten rumah tangga di rumah saya sendiri wkwkwk.

Orang tua saya selalu mengajarkan bahwa saya dan saudara-saudara saya harus dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan. Keinginan memiliki sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya akan membawa pada kesulitan. Ayah saya tidak pernah lelah mengingatkan untuk selalu disiplin mengatur dan mengelola keuangan jika tidak ingin dibuat pusing oleh uang.

Ada satu kalimatnya yang selalu saya ingat yaitu yang membuat amburadul hidup seseorang itu adalah sikapnya sendiri, dirinya sendiri. “Belilah yang kamu butuhkan, benar-benar dibutuhkan bukan yang kamu inginkan. Apalagi hanya untuk sebuah gengsi. Kamu enggak akan mati jika tak mengikuti gengsimu sendiri tapi kamu akan mati diperbudak gengsimu sendiri”. Itulah petuah ayah saya yang menjadi pengingat dan alarm jika saya mulai gatal ingin membeli ini itu yang tidak saya perlukan. Namun inti dari semua didikan orangtua saya adalah rasa syukur. Syukur akan hidup yang telah diberikanNYA.

Setelah besar dan kuliah, saya baru menyadari makna dan tujuan orang tua saya bersikap tegas dalam hal keuangan dan sikap hidup pada kami, anak-anaknya. Alhamdulillah sepanjang usia saya, saya tidak pernah merasakan penderitaan karena uang. Semasa kuliah pun teman-teman kuliah saya mengenal saya sebagai “penjual apa saja yang dibutuhkan” seperti kalau mereka perlu baju atau kaos branded Matahari dengan separo harga maka otomatis mereka langsung mencari saya. Saya memanfaatkan teman SMA yang bekerja sebagai SPG Matahari di sebuah mall besar di Jakarta untuk mendapatkan info seputar diskon barang-barang Matahari termasuk baju dan kaos. Dari hasil “makelar” ini saya memiliki penghasilan yang sangat lumayan untuk ukuran seorang mahasiswa.

Uang saku bulanan saya dari orang tua pun nyaris utuh tiap bulannya dan saya terkenal sebagai salah satu mahasiswi yang  tidak pernah mengeluh kehabisan atau kekurangan uang saku. Saya pun sering makan di rumah makan elit di daerah kuliah saya, Jatinangor tanpa banyak mikir. Pokoknya seperti orang kayalah hahaha padahal makelar wkwkwk.

Hasil didikan orang tua saya ini terus terbawa sampai sekarang. Alhamdulillah diusia empat puluh tahun ini saya telah dapat hidup mapan dan tidak ada utang. Kesadaran akan pentingnya mengatur dan mengelola keuangan semakin saya rasakan saat saya menghadiri acara Blogger Gathering Sinarmas MSIG Life. Acara Blogger Gathering Sinarmas MSIG Life ini menghadirkan seorang konsultan keuangan Mas Aakar Abyasa.

Mas Aakar

Mas Aakar Abyasa memaparkan kondisi keuangan yang terjadi dalam masyarakat kita. Menurut riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan Indonesia mengalami kenaikkan dari 21,84% dengan indeks inklusi keuangan 59,74% menjadi indeks literasi keuangan 29,66% dengan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman keuangan dan peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan di masyarakat. Namun target ini masih kurang dari penetapan target 75%. Diharapkan pada tahun 2019 nanti target tersebut akan tercapai.

Masyarakat Indonesia saat ini berada dalam tingkatan masyarakat menengah atau middle class. Kondisi ini membuat masyarakat Indonesia sangat rawan mengalami jebakan middle income trap. Middle income trap adalah perangkap pendapatan menengah. Apa maksudnya yak? Sedikit saya jelaskan.
Ketika pendapatan mengalami peningkatan maka keinginan untuk memiliki suatu benda pun ikut meningkat. Hal ini menyebabkan berubahnya gaya hidup. Yang tadinya membeli tas merk lokal tapi karena merasa naik penghasilannya maka sekarang belinya tas import dengan harga dua kali lipat lebih mahal. Hingga tanpa disadari terjadilah “besar pasak daripada tiang, pengeluaran lebih banyak daripada pendapatan”. Perilaku hidup inilah yang dapat menjebak kita kedalam jebakan middle income trap. Kondisi seperti ini yang akan membuat masyarakat Indonesia akan susah beralih menjadi masyarakat kelas atas.

Merasa memiliki kehidupan yang lebih baik sering membuat orang lupa diri. Dan menjadikan gengsi sebagai tolak ukur keberhasilan hidup seseorang. Padahal penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi semua keinginannya. Menumpuklah hutang cicilan rumah, mobil dan kartu kredit. Plak. Terjebaklah dalam kesulitan yang tidak ringan. Mulailah hidup dalam “neraka hutang”.

Memiliki pendapatan yang meningkat bukan berarti gaya hidup kita juga harus berubah tak terkontrol lho! Banyak sekali “jebakkan keuangan” yang siap menerkam seperti tidak disiplin menabung, keasyikan memakai kartu kredit dan tidak mengerti bagaimana cara memakai kartu kredit yang tepat, kebiasaan berhutang, menyepelekan membuat rencana keuangan, tidak biasa membuat laporan keuangan pribadi/keluarga, sibuk mengikuti trend masyarakat milenial karena takut dicap tidak gaul hingga memaksakan diri mengikuti arus trend meski dengan cara berhutang, tidak memikirkan bagaimana caranya meningkatkan penghasilan (income), tidak memikirkan bagaimana caranya menambah asset dengan investasi yang menguntungkan.

Masyarakat menengah harus berupaya untuk beralih menjadi masyarakat kalangan atas atau orang kaya dengan cara meningkatkan income dan asset yang dimiliki sehingga terbebas dari jebakan middle income trap. Orang kaya adalah orang yang memiliki banyak asset dan tidak memiliki hutang apa pun. Orang kaya adalah orang yang telah “bebas financial” artinya uang yang bekerja untuk dia.

Apakah bisa keluar dari jebakan perangkap kelas menengah? Pasti bisa dong. Mas Aakar menjelaskan bagaimana caranya keluar dari jebakan middle income trap yaitu melalui langkah-langkah penyelamatan sebagai berikut :

1. Berhentilah sejenak dari semua aktifitas keuangan seperti melakukan pembelian, berhutang ataupun melakukan angsuran. Slow down sejenak. Segera lakukan koreksi terhadap tiga hal yaitu goal, current financial statement dan risk profit. Yuk mulai atur kembali keuanganmu.

2. Rumuskan kembali tujuan dalam hal keuangan kita seperti tujuan untuk dapat terlepas dari jebakan perangkap kelas menengah dan beralih menjadi orang yang bebas finansial serta bebas hutang. Dengan merumuskan tujuan maka langkah-langkah apa saja yang harus kita lakukan menjadi jelas dan pasti.

3. Periksa semua asset yang dimiliki termasuk semua kelengkapan surat-surat dari investasi yang dimiliki. Lakukan audit terhadap keuangan diri sendiri. Cara ini untuk mengetahui kondisi keuangan yang sebenarnya sehingga dapat melakukan alokasi dengan tepat.

4. Mengantisipasi semua resiko yang mungkin terjadi. Disinilah keutamaan melakukan investasi sebagai salah satu pengaman keuangan. Pelajari investasi yang menguntungkan yang dapat dilakukan dengan baik dan dapat menghasilkan income tambahan.

5. Sisihkan sebagian pendapatan sebagai tabungan. Kita juga harus punya emergency fund atau dana darurat. Sisihkan pula dana pensiun.

6. Buatlah laporan keuangan secara transparan, jelas, detil dan teliti.

7. Perbaiki mindset aji mumpung. “Mumpung ada uang, beli dech barang yang tidak dibutuhkan.” Hiduplah sewajarnya dan tidak perlu mengikuti trend atau gengsi jika hanya membuat susah diri sendiri. Harus dapat membedakan mana keinginan dan kebutuhan. Belilah barang sesuai kebutuhan. Harus dapat mengukur kemampuan keuangan sendiri.

8. Disiplin dalam mengelola keuangan.

9. Harus memiliki asuransi.
Masyarakat kita memiliki kesadaran yang rendah akan pentingnya asuransi terutama asuransi jiwa dan kesehatan. Baru 10% saja yang menyadari betapa pentingnya asuransi untuk kehidupan. Padahal dalam kehidupan seringkali terjadi hal-hal buruk yang tidak kita inginkan terjadi dan dapat diantisipasi dengan asuransi. Memiliki asuransi kesehatan adalah wajib hukumnya. Kita tidak akan pernah tahu kapan sakit itu datang.

Asuransi Sinarmas MSIG Life sebagai salah satu asuransi besar dan memiliki beberapa produk unggulan diantaranya Smile Medical, Smile Hospital Protection dan Smile Personal Accident serta produk asuransi tradisional syariah. Sinarmas MSIG menawarkan berbagai perlindungan untuk keuangan kita. Enggak ada kata terlambat lho untuk mulai melindungi kehidupan keluarga kita terutama masa depan anak-anak kita.

Sedikit tips nich dari saya supaya enggak dibikin mumet sama si uang ini yaitu tulis semua rencana pengeluaran yang rutin maupun sifatnya dadakan, sisihkan dulu penghasilan yang kita dapat untuk tabungan dan sisanya baru untuk  membayar semua pengeluaran.

Mulailah berinvestasi dan harus memiliki asuransi kesehatan serta asuransi jiwa supaya hidup kita lebih terlindungi. Pilih produk asuransi yang cocok dihati dan sesuaikan polis asuransi sesuai kemampuan kita. Tanyalah sejelas-jelasnya dan sedetil mungkin jika ingin membeli polis asuransi supaya tidak ada kata penyesalan. Ingat yak kunci dalam mengatur dan mengelola keuangan yaitu disiplin. Yuk, mulai atur uangmu supaya dapat hidup mapan dan bebas finansial.

30 Comments

  1. Ish, bener banget nih, kebutuhan dan keinginan saat ini beda tips, harus pinter2 detail membedakan sekarang.

    Kalau saya sih, alhamdulillah sudah beberapa kali bikin list pengeluaran dan pendapatan, biar jelas uang masuk-keluar, apalaginpas liburan, jalan-jalan, harus banget di pisahkan dan gak boleh berlebihan, hehehe…

  2. Bahas uang, investasi, dan biaya2 itu semacam mikir besok mu makan apa, enggak kelar selama masih hidup. Hahahhahahaha

  3. acara talkshow ini bener2 bikin melek keuangan ya mak, kepingin ikutan lagi tapi yg ada mas aakar-nya *ehh* biarpun pedes tapi bikin nagih *ehhhhhgimanalah*

  4. Penting bgt ini utk memiliki rencana keuangan termasuk utk liburan jadi pas pulang dr liburan bkn stress yg didpt karena uang habis dan tabungan terkuras utk liburan.

  5. Emak Emak spt kita ini seharusnya memang sering sering mendapatkan talkshow spt ini supaya tdk salah mengatur dan mengelola uang. Pan kita bendahara sekaligus mentri keuangan keluarga

  6. Betul banget. Anak2 memang sejak kecil harus diajak atur uang dan hidup hemat supaya gedenya gak suka buang2 uang untuk hal yang gak berguna.

  7. Sama mak, aku juga inget orang tua. Mamah rajin banget nabung sama ikut arisan. Sampe sekolahku dan beli rumah pake tabungan dan arisan. Sekarang mah aneh ya, susah nabung buat rumah, mesti kpr aja, eh curcol

  8. Semangat kalau itung2an. Tapi begitu liat deretan daftar semaput. Its ok nggak perlu panik. Asal pemasukan dan pengeluaran seimbang

  9. Betul mbak "kebutuhan" dan "keinginan". Lbh seringnya ke keinginan eh modusnya kebutuhan.
    Kadang yg aku bingung tu ngatur pos, pengen nabung dana ini itu tapi kok ya absi ya 🙁
    malah curcol haha

  10. Ayahku masuk dalam kategori keras dan tega dalam didik anak terutama soal uang hahahaha jadi mau ngga mau ya anak-anaknya harus bisa nabung atau minimal cukuplah uangnya untuk kebutuhan sampai waktunya dikasih uang lagi. Nabung harus jadi kebiasaan. Harga rumah sekarang selangit harganya mungkin itu yg bikin terasa susah.

  11. Klo kata Mak dan bapak ku mah sebesar apapun pendapatan pasti akan habis juga dan ngga akan cukup kalau ngga bisa ngaturnya. Harus dapat mengendalikan diri dari uang supaya ngga susah sendiri dan diperbudak uang.

  12. Tapi jangan juga kayak Bapak eyke, anaknya msh cilik tapi sudah harus mikirin ini uang cukup apa kagak. Tega banget tapi berguna sih untuk kehidupan jangka panjang wkwkwk

  13. Bikin beberapa pos, kalau eyke pake beberapa celengan, dipisah-pisah. Ambil dulu untuk mengisi celengan2 itu sisanya baru untuk kebutuhan sehari-hari termasuk untuk membayar kewajiban seperti cicilan. Intinya mah disiplin, kata Bpk.saya mah.

  14. Aduh jadi refleksi diri nih aku baca postingan emak. Aku yg dikerjain apa bukan ya?? Mudah mudahan bukan. Karen kmaren sudah belajar finansial literasi bareng bareng. Nice post mak. ☺

  15. Kalau dulu (sampai sekarang juga si) saya banyak maunya. Apa-apa dibeli tanpa tau dipake apa enggak. Tapi sekarang setelah tau cara atur keuangan, jadi lebih milih kebutuhan daripada keinginan

  16. Waaa, Mak Dewi kuliah di Jatinangor jugaaa. Tosss dulu kalo gituuu.. hihi.. 😀 Makan di mana itu Maak? Haha jadi komen kuliahan.. Sealmamater kita yaa.. 😀 Btw, aku dari kecil juga melihat papaku ngelola keuangannya disiplin jadi kebawa sampai aku gede.. 🙂

  17. beneer, uang mimiliki 2 sisi sebagaimana pisau ya mak. bisa digunakan memasak ataupun menusuk. ya bagaimana kita sang pengendalinya. aku sendiri lebih ke list yg prioritas2 aja kalau pas terbit gajian,… sesekali jajan bolehlah buat apresiasi diri sendiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button