KesehatanParenting

Suami Istri Mari Bersatu Cegah Stunting Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Perempuan dan anak Indonesia
Menjadi seorang ibu merupakan karunia dan kepercayaan yang teramat besar yang Tuhan berikan. Menjadi seorang ibu bukan hanya sekedar mengandung dan melahirkan saja tapi memastikan bahwa anak yang dititipkan oleh Tuhan akan dirawat dan dibesarkan dengan baik. Ada tanggung jawab yang tak bisa dibilang enteng saat Tuhan menitipkan amanah anak pada seorang wanita dan pasangannya. 
Memastikan anak memperoleh kehidupan yang baik merupakan tanggung jawab suami istri termasuk menjamin bahwa sianak akan memperoleh asupan gizi yang baik sejak dalam kandungan sampai ia lahir dan tumbuh besar. Pemenuhan asupan gizi dan masalah kesehatan buah hati, bukan hanya tanggung jawab seorang ibu melainkan menjadi tanggung jawab bersama suami istri. Ibaratnya nih, menanam tanaman bersama ya harus di jaga, dirawat dan nantinya akan dipanen bersama pula. 
Sayangnya tak semua pasangan suami istri memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik akan pentingnya asupan gizi seimbang untuk buah hati sejak dalam kandungan bahkan sejak masa sebelum si ibu mengandung. Masih banyak pasangan suami istri dan calon ibu yang kurang peduli tentang hal ini. Kekurang pedulian mereka ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya edukasi mengenai pentingnya mengonsumsi gizi seimbang untuk remaja putri sebagai calon ibu, kurangnya pemahaman seorang suami atau calon ayah bahwa gizi istri dan anak-anaknya merupakan bagian dari tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga.

Seringkali dijumpai seorang suami memiliki anggapan bahwa urusan gizi, kesehatan dan tumbuh kembang anak merupakan urusan sang istri seorang, dan bukan menjadi tanggung jawabnya. Yang terpenting baginya adalah ia sudah memenuhi kebutuhan keluarganya sebagai pencari nafkah. Dan sedihnya, dalam kehidupan nyata, model suami/ayah dengan pemikiran seperti ini masih banyak ditemui.

Kekurangpahaman mengenai pentingnya gizi untuk anak sejak dalam kandungan ini bisa juga dikarenakan si ibu tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang nutrisi dan gizi yang tepat bagi tumbuh kembang anak dan dapat pula disebabkan karena faktor kemiskinan. Boro-boro mikirin tentang asupan gizi, bisa bertahan hidup dan “ketemu” nasi setiap hari saja sudah untung. Padahal pemenuhan gizi bagi calon ibu dan anak sejak dalam kandungan sampai 1000 hari pertama kehidupan sangat mempengaruhi kualitas hidup si anak di masa datang.
Mamak sendiri contohnya, dulu saat remaja, tidak tahu sama sekali kalau mengonsumsi makanan sehat dan bergizi merupakan sebuah investasi untuk kehidupan generasi penerus mamak di masa datang. Mamak seenaknya saja makan ini itu tanpa mengetahui kalau apa yang mamak makan saat itu (sebelum menikah atau masih lajang) akan memengaruhi tumbuh kembang dan kesehatan bakal anak-anak mamak.
Mamak dan Si Kecil
Mamak baru tahu mengenai pentingnya mengonsumsi makanan bernutrisi dan bergizi seimbang saat mempersiapkan kehamilan pertama. Dan mamak yakin, diluaran sana masih banyak wanita, calon ibu dan calon ayah/suami yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya asupan gizi seimbang dan baik untuk buah hatinya sejak dalam kandungan terutama pada seribu hari pertama kehidupan.

Mamak pernah bertemu dengan seorang  ibu beserta anak batitanya (anak berusia antara 1 sampai 3 tahun) yang memiliki postur tubuh pendek dan sangat kurus, sama-sama ikutan mengantri di sebuah rumah sakit ibu dan anak terkemuka di kota Bandung. Batita tersebut belum dapat berjalan padahal dari kartu berobatnya terbaca kalau umurnya 23 bulan. Karena penasaran dengan kondisi batita itu, mamak pun nekat bertanya pada si ibu, sakit apakah si batita tersebut. Si ibu dari batita ini pun bercerita bahwa putra semata wayangnya mengalami keterlambatan tumbuh kembang akibat kondisi gizi kronis.

Sesaat setelah mendengar penuturan si ibu, mamak langsung dilanda keheranan. Dalam benak mamak, hanya anak dari keluarga kurang mampu saja yang  bisa mengalami kurang gizi. Kog bisa anak dari keluarga mapan dan serba berkecukupan mengalami gizi kronis? Sangat tidak mungkin, si ibu tersebut dapat membawa anaknya konsultasi ke rumah sakit yang terbilang mahal ini jika kondisi ekonominya lemah. Karena rumah sakit swasta ini tidak menerima BPJS. Seolah menjawab keheranan mamak, si ibu pun melanjutkan ceritanya. Kondisi si anak terjadi karena ia terlalu “cuek” saat hamil, tidak memerhatikan makanan apa saja yang dikonsumsi sehingga si anak pun lahir dengan berat badan rendah.

Setelah si anak lahir pun, si ibu batita ini tidak mau memberikan ASI eksklusif secara penuh pada bayinya dengan alasan payudaranya terasa sakit pada saat dipakai untuk menyusui sehingga si ibu memercayakan asupan nutrisi buah hatinya tersebut pada susu formula. Bukan hanya itu, si ibu terlalu percaya pada pengasuh anaknya sehingga kurang mengawasi apakah anaknya benar-benar diberi asupan gizi yang tepat oleh pengasuhnya. Sampai pada satu waktu, si anak mengalami panas tinggi dan kejang hingga dilarikan ke rumah sakit. Dari diagnosa dokter, si anak dinyatakan mal nutrisi bahkan berada dalam kondisi gizi kronis.

Si ibu merasa tertampar dan sangat menyesali kelalaiannya dalam merawat anaknya. Si ibu menyadari bahwa dirinya kurang peduli dengan asupan nutrisi dan pertumbuhan anaknya. Dia terlalu percaya pada pengasuh anaknya yang ternyata jarang memberikan makanan bergizi untuk anaknya. Awalnya si ibu dari batita tersebut sama sekali tak mengetahui seberapa bahayanya jika seorang anak mengalami gizi kronis. Setelah si ibu memperoleh penjelasan mengenai dampak dari gizi kronis yang dialami oleh buah hatinya, si ibu memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus pada pemulihan kondisi si batita yang harus mengejar ketertinggalan tinggi dan berat badan normal. Pertemuan tersebut memberikan satu kesimpulan untuk mamak bahwa gizi kronis bukan hanya dialami oleh anak dari keluarga miskin saja. Anak dari keluarga kaya pun dapat mengalami gizi buruk jika orangtuanya tidak memahami mengenai pentingnya asupan nutrisi sejak si anak dalam kandungan hingga berusia 2 tahun setelah lahir.

Berdasarkan data Riskesdas, sekitar 37% balita Indonesia mengalami masalah gizi kronis yang mengakibatkan mereka mengalami stunting.  Stunting membuat otak seorang anak menjadi kurang berkembang. Dari hasil data tersebut, ini berarti 1 dari 3 anak Indonesia akan kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka. Masalah gizi kronis merupakan musibah bagi Indonesia dan harus segera diatasi agar masyarakat Indonesia mempunyai kualitas hidup yang baik. 
Tingkat stunting di tanah air sangat tinggi dibanding negara tetangga lainnya. Contohnya tingkat stunting di Vietnam hanya 23% dan di Thailand berkisar sekitar 16%. Berdasarkan data WHO, jumlah penderita stunting di Indonesia menempati posisi kelima terbanyak di dunia dan jumlah balita kurus terbanyak keempat di dunia. Data Riskesdas juga menyatakan bahwa kondisi komsumsi makanan ibu hamil, menyusui dan balita pada tahun 2016-2017 menunjukkan di Indonesia, 1 dari 5 ibu hamil dan menyusui mengalami kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 balita kurang kalori serta 5 dari 10 balita kurang protein. Kondisi yang cukup menyedihkan, bukan?
Apa itu Stunting?

Stunting (sumber  foto www.sehatnegeriku.kemkes.go.id )


Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya dan keterlambatan pertumbuhan otak. Kondisi ini diakibatkan kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama sebagai dampak dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, terutama dalam periode emas 1000 hari pertama kehidupan (sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun).
Stunting bukan hanya bermakna pada ukuran fisik anak yang lebih pendek dari usianya tetapi lebih pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan dengan proses terjadinya hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya termasuk otak, jantung, paru-paru dan organ lainnya yang dimulai sejak usia dini yaitu sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun pertama pasca lahir. Ini berarti seorang anak yang menderita stunting, kemungkinan besar juga telah mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya. Stunting dijadikan indikator karena lebih mudah dan lebih dini dikenal dibandingkan dengan ekspresi hambatan organ tubuh lainnya.
Seorang anak dapat dikatakan stunting jika pada saat lahir memiliki panjang badan kurang dari 48cm. Anak yang lahir pendek (memiliki tinggi badan kurang dari 48cm), akan memiliki hambatan pertumbuhan sehingga mengalami keterlambatan tumbuh kembang dan akan memiliki resiko menderita penyakit tidak menular di masa dewasa. Anak yang lahir pendek ini jika tidak dikejar ketertinggalan tinggi badannya dengan cara mengonsumsi makanan tinggi protein dan gizi seimbang, hingga mencapai tinggi badan normal sesuai usianya maka akan memiliki resiko untuk memiliki keturunan pendek atau disebut dengan pendek lintas generasi. Terutama jika yang pendek atau penderita stunting adalah wanita (calon ibu). 
Anak dengan kondisi stunting, akan mengalami hambatan pertumbuhan otak yang dapat menyebabkan gangguan kognitif. Gangguan kognitif ini akan dapat terlihat jelas pada saat usia sekolah, sedangkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lain seperti pada jantung, baru akan terlihat pada saat si anak dewasa.
Penyebab terbanyak terjadinya stunting (gizi kronis) dikarenakan oleh adanya kelainan non endokrin seperti penyakit infeksi kronis yang diderita anak, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal, penyakit jantung bawaan, dan faktor sosial ekonomis.
Sumber foto: website Kemenkes RI


Faktor-faktor penyebab stunting, yaitu:
1. Faktor keluarga dan rumah tangga, meliputi:
– nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan dan laktasi;
– perawakan ibu yang pendek (dibawah normal sesuai umur), infeksi, kehamilan pada wanita usia sangat muda, persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan ibu menderita hipertensi;
– lingkungan rumah dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat (kurang mencukupi kebutuhan zat gizi yang diperlukan anak dan ibu), penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat dan rendahnya pendidikan pengasuh anak.
2. Complementary feeding (makanan pendamping ASI) yang tidak memenuhi kecukupan kebutuhan zat gizi, seperti:
– kualitas micronutrient yang buruk;
– kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani;
– kandungan makanan yang rendah gizi dan kurang memiliki kandungan energi;
– praktik pemberian makanan yang tidak memadai seperti pemberian makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah anak sakit;
– konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi dan pemberian makan yang tidak berespon.
3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI. Tidak ada makanan yang lebih baik untuk bayi selain ASI terutama pada usia 0-6 bulan. Namun pada kenyataannya ada beberapa masalah yang biasa muncul pada saat bayi harus mengonsumsi ASI seperti air susu yang tidak mau keluar dikarenakan faktor psikologis ibu, ibu menderita sakit sesaat setelah si anak lahir dan pemahaman yang keliru soal susu formula dan menyusui. 
Cukup banyak ibu muda yang memiliki pemikiran bahwa bayinya akan memperoleh gizi yang lebih lengkap jika mengonsumsi susu formula (susu sapi) padahal kandungan gizi yang terlengkap yang dibutuhkan oleh bayi hanya terkandung dalam ASI, bukan susu sapi. Susu sapi hanya untuk anak sapi, susu ibu untuk anak manusia. Pemahaman yang keliru inilah yang membuat tidak semua bayi menerima ASI eksklusif. Oleh karena itulah, saat ini pemerintah bersama-sama dengan petugas kesehatan dan pihak-pihak yang peduli dengan gizi anak, terus memberikan edukasi seputar pentingnya pemberian ASI pada bayi hingga mereka berusia 2 tahun.
4. Infeksi yang dialami bayi atau anak.
5. Kelainan endokrin/hormon. Hal ini sedikit sekali terjadi.
Keseriusan masalah stunting ini, memperoleh perhatian yang cukup dalam dari Bapak Joko Widodo, sebagai Presiden RI. Seperti yang diungkapkan dalam isi pidatonya pada tanggal 16-8-2017 yang lalu.

Pemerintah secara konsisten melakukan intervensi untuk mengurangi dampak kekurangan gizi kronis yang berakibat pada kegagalan dalam mencapai tinggi badan normal pada bayi atau yang disebut dengan stunting. Hal ini mengingat seribu hari pertama kehidupan akan sangat memengaruhi tumbuh kembang anak terkait dengan kemampuan emosional, sosial dan fisik, serta kesiapan untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi. Program meningkatkan kualitas gizi pada anak akan sangat penting untuk memperbaiki kualitas anak-anak Indonesia ke depan sebagai investasi kita yaitu sumber daya manusia Indonesia.” (Joko Widodo, Presiden RI; sumber website SetKab RI)

Bapak presiden memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah pemenuhan gizi terutama di daerah terpencil dan terbelakang karena menyadari akibat jangka panjang yang ditimbulkan oleh masalah gizi kronis yang akan memengaruhi masa depan bangsa. Meskipun beberapa waktu lalu, bangsa ini sempat dihebohkan dengan kasus gizi buruk yang terjadi pada anak-anak Suku Asmat, Papua. Namun pemerintah langsung sigap berupaya mengatasi masalah gizi buruk tersebut supaya tidak menjadi masalah yang lebih serius lagi. 
Sumber foto: Website Kemenkes RI www.sehatnegeriku.kemkes.go.id 


Pencegahan Stunting pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Untuk Indonesia Sehat
1000 hari pertama kehidupan merupakan periode yang sangat penting dan menentukan tumbuh kembang anak. Hal ini sebagaimana pernyataan Dr. David Barker dalam Barker’s Hypotesis yang menyatakan bahwa gen bukan merupakan faktor utama dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan organ yang optimal tetapi lingkungan pada usia dini kehidupan. Hal ini kemudian disebut sebagai ” Fetal Origin Hypotesis” yang dapat diartikan bahwa penyakit-penyakit kronis berasal dari respons tubuh terhadap kekurangan gizi pada masa awal kehidupan (fetal stage) atau disebut juga DOHaD (Developmental Origin of Health and Disease), kesehatan dan penyakit bermuara dari periode perkembangan pada 1000 hari pertama kehidupan (Barker, Nutrition in the Womb, 2008).
Jika kalian ada yang belum paham dengan 1000 hari pertama kehidupan, mamak akan coba menjelaskannya. Semoga dapat dipahami yah.
1000 hari pertama kehidupan atau HPK adalah periode kehidupan seorang anak selama 9 bulan dalam kandungan sampai 2 tahun pertama pasca lahir
Mengapa sih 1000 HPK ini sangat penting untuk tumbuh kembang anak dan berkaitan langsung dengan stunting?
Pada delapan minggu pertama  sejak terjadi pembuahan telur oleh sperma, proses pembentukan semua cikal bakal organ tubuh mulai terjadi. Perkembangan penting sebagian organ tubuh janin berlanjut sampai akhir kehamilan. Dan perkembangan serta pertumbuhan sebagian organ penting terus berlanjut sampai dua tahun pertama kehidupan anak. Pada proses pembentukan dan perkembangan organ ini, bayi/anak sangat memerlukan asupan nutrisi yang cukup dan mendukung supaya proses pembentukan dan perkembangan organ tubuh tersebut dapat berjalan dengan maksimal.
1000 HPK sangat penting karena jika periode ini tidak dilalui dengan baik maka akan berdampak terhadap kecerdasan dan kesehatan anak yang bersifat permanen, sulit untuk diperbaiki dan berpengaruh terhadap dua generasi selanjutnya. 
Cegah Stunting Pada 1000 HPK dengan Pola Makan Sehat (Nutrisi Seimbang)
Stunting atau gizi kronis dapat dicegah sedini mungkin jika suami istri memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pentingnya asupan gizi seimbang pada wanita (calon ibu) dan pada 1000 HPK. Diperlukan kerjasama suami istri supaya pemenuhan asupan gizi seimbang dapat tercukupi. Kekurangan nutrisi atau tidak terpenuhinya kecukupan gizi pada 1000 HPK akan mengakibatkan anak stunting, memiliki kecerdasan rendah dan memiliki resiko tinggi menderita penyakit tidak menular. Sebagai orangtua pasti tidak mau kan memiliki generasi penerus seperti itu?
Ada beberapa langkah nih yang semestinya dilakukan oleh para suami istri untuk memastikan buah hatinya tumbuh sehat dan terbebas dari stunting. Langkah-langkah tersebut yaitu:
1. Memberikan asupan gizi seimbang sejak anak dalam kandungan dan dalam periode emas tumbuh kembang anak.
Gizi seimbang  adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh anak serta memperhatikan prinsip keanekaragaman makanan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah gizi kurang ataupun gizi lebih (obesitas) ( Kemenkes RI, 2014). Makanan gizi seimbang ini dapat diperoleh disekitar tempat tinggal kita. Tak harus mahal untuk mendapatkan makanan bergizi. Contoh makanan bergizi seimbang yaitu dalam piring makan ibu hamil dan menyusui atau batita, harus ada karbohidratnya (nasi, roti, ketela, ubi, kentang), sayur mayur, protein nabati (tahu,tempe), protein hewani (ikan, telur, daging dan ayam) serta buah-buahan. Pemberian makanan dengan gizi seimbang ini juga harus disesuaikan dengan usia dan berat badan normal untuk menghindari kurang gizi ataupun kelebihan gizi;
2. Memberikan ASI eksklusif pada anak O-6 bulan dan makanan pendamping ASI setelah anak berusia diatas 6 bulan;
3. Memberikan hak anak yaitu memperoleh imunisasi lengkap sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak dan sanitasi yang baik untuk anak.
Anak dengan nutrisi yang baik akan memiliki komposisi otak yang padat. Nutrisi yang tepat dan seimbang pada 1000 HPK sangat penting untuk perkembangan otak anak dan mencegah terjadinya stunting. Setelah lahir, otak anak masih mengalami perkembangan fungsi dan mulai menurun setelah usia 2-3 tahun. Oleh karena itu anak harus memperoleh stimulasi dan nutrisi yang baik sehingga perkembangan otaknya terus optimal.
Kemiskinan seharusnya tidak dijadikan sebagai alasan untuk tidak memberikan asupan nutrisi yang berkecukupan untuk anak. Kenapa mamak bilang seperti itu? Karena tanah air kita ini subur. Kita dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada disekitar kita untuk pemenuhan gizi keluarga. Pasti kalian akan bertanya, gimana jika hidup di kota besar dengan penghasilan yang pas-pasan? Disinilah dituntut kerjasama yang baik antara suami istri. Sebagai seorang istri sekaligus ibu, harus pandai menyiasati keadaan. Salah satu caranya adalah dengan menyiapkan sendiri makanan untuk keluarga. 
Sepengetahuan mamak, harga sayuran, tahu tempe dan telur masih cukup terjangkau. Istri harus pintar-pintar memodifikasi jenis dan ragam masakan sehingga tetap memenuhi kecukupan gizi keluarga. Dan ayah atau suami sebagai kepala keluarga harus mendukung pemenuhan gizi seimbang untuk keluarganya dengan cara menjemput rezeki segiat dan sekreatif mungkin serta terus mendukung istrinya untuk  selalu menyajikan makanan dengan gizi seimbang.

Teorinya pasti terdengar mudah, namun prakteknya wuiiih tak semudah yang diucapkan. Namun pada akhirnya, semua itu kembali lagi pada kesadaran pasangan suami istri untuk memberikan kehidupan berkualitas dan masa depan yang baik bagi keluarganya terutama untuk generasi penerusnya. Ingin memiliki buah hati yang sehat, cerdas dan memiliki masa depan gemilang atau anak-anak dengan tumbuh kembang kurang optimal karena mengalami gizi kronis atau stunting karena kurangnya pemenuhan gizi yang cukup pada 1000 HPK? Semua pilihan ada ditangan kita.

Yuk, bersama-sama cegah stunting dan gizi buruk dengan pemenuhan gizi seimbang pada 1000 hari pertama kehidupan untuk Indonesia yang lebih baik.
Sumber foto: Website Kemenkes RI

Sumber tulisan :
1. Makalah 1000 Hari Pertama Kehidupan , PDRC FKM UI
2. Website Kemenkes RI
3. Twitter Kemenkes RI 

20 Comments

  1. Anakku pernah disangka kena TBC karena kurus badannya. Pas tes mantoux alhamdulillah negatif. Aku juga kadang takut dia stunting, soalnya makannya susah banget Mak. Udah dibujuk dan di kreasi2in, masih aja ga nafsu makan. Takut bgt jd kurang gizi.

  2. Setuju banget nih, bahwa mencegah stunting itu harus ada kerjasama yang kompak antara suami dan istri. Karena lagi rame soal stunting, aku jadi mau cek anak aku. Umurnya sih 10 taun dan badannya relaitf kecil, tapi makannya banyak 🙂

  3. Yaap penting banget sebagai istri, kita harus mengatur menu gizi anak dan suami di rumah. Karena bagaimanapun, pencegahan stunting paling sederhana dilakukan di rumah

  4. Iya mak stunting ini memang problema penting ya, harus di tuntaskan, supaya negara kita bisa tinggal landas dengan gemilang nanti di masa depan yang semakin global, kalau generasi nya stunting pasti ketinggalan..

  5. Betul banget mbak, urusan pemenuhan gizi adalah urusan ayah juga. Saya mendukung banget program penyadaran ayah juga heuheu semoga programnya berjalan lancar dan tak ada anak anak yang stunting kagu

  6. Wah lengkap banget uraiannya mbak, aku setuju stunting memang harus segera diatasi supaya Indonesia punya generasi yang siap maju

  7. Anak pertaamaku pernah dikira kurang gizi Mak, sama posyandu wkwk, badan emang kurus, tp sebenrsebe anaknya doyan makan. Stunting maish jd konsen pemerintab banget ya, di daerah apalagi. Di lingkup keluarga, suami istri memang haruz saling kerja sama ya, supaya generasi mereka jd genegene sehat bebas stunting. Makasi Mak sharingnya, nambah ilmu

  8. Ya ampun mak..semoga anak si ibu itu bisa segera membaiik ya mak. Stuntinh emang perlu perhatian khusus untuk pasangan suami istri nih ya mak.

  9. 1000 hari pertama dalam kehidupan itu memang penting diperhatikan oleh para orangtua supaya kondisi tumbuh kembang anak tidak mengalami stunting. Mari, cegah stunting sedini mungkin*

  10. Hiks. Kok sedih ya mendengar kisah ibu dan anak yang mamak temui di RS? Stunting emang gak boleh disepelekan ya mak. Mau miskin atau kaya, stunting bisa menyerang siapa saja. Makanya penting banget bagi orang tua untuk memperhatikan asupan gizi anaknya terutama sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun.

  11. Iih gemes yaa kalau denger cerita si ibu yg terlalu cuek sama anaknya. Padahal anak semata wayang, ada pembantu, keluarga mapan.. duh. Trus kan dibawah 1 tahun makan masih bisa kita yg tentuin bukan anak. Gemez deh. Kalau sudah kena efek negatifnya baru deh menyesal. Emang sih menyesal ga ada yg dateng duluan. Dateng duluan namanya pendaftaran. ^_^

  12. Sedih kalo ngomongin Stunting. Masih banyak yang belom tahu. Terutama di desa2. Termasuk di desaku. Yang diutamakan itu kenyang, bukan gizi. Padahal di 1000 hari pertama anak sangat berarti

  13. Wajib hukumnya bersatu tuuhh. Khsusnya buat bapaknya jgn cuma ngasih tanggung jawab ke emaknya aja, bapak2 jg kudu partisipasi penuh. Pertama jangan ngrokok, kasi uang belanja lebih buat istri dan anak makan makanan bergizi…. #kenapagwjadiesmosiyah hahahaha

  14. banyak masyarakat masih belum teredukasi dengan baik. sebagai kader posyandu kadang ketika kita memberikan penjelasan sepertinya malah terkesana seperti menghakimi mereka. kwkwkw..serba salah ya. btw thanks infonya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button