Pentingnya Nutrisi Seimbang Pada 1000 Hari Pertama Kelahiran
Apakah kalian tahu kalau Indonesia dikategorikan sebagai negara darurat gizi? Yups, banyaknya kasus gizi buruk yang terjadi di tanah air semakin memperjelas kondisi masyarakat kita yang belum memiliki pemahaman mengenai pentingnya gizi seimbang. Hmmm sedih ya? Hiks. Kasus terbaru adalah gizi buruk anak-anak Suku Asmat. Gizi buruk bukan hanya didorong oleh kondisi ekonomi yang memprihatinkan tapi dapat disebabkan pula oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai pentingnya gizi atau nutrisi seimbang untuk tumbuh kembang anak.
Salah satu contohnya adalah gizi buruk yang terjadi pada anak-anak Suku Asmat. Belum banyak yang tahu jika “mama-mama” Suku Asmat banyak yang meyakini bahwa makanan bergizi itu adalah sarden dan mie instan. Duh keliru kan? Khusus untuk Suku Asmat, kondisi perekonomiannya juga rendah, ditambah lagi dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Semakin memperburuk kondisi kesehatan masyarakat Asmat. Persoalan kesehatan termasuk masalah gizi buruk bukan hanya masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah setempat dan dinas kesehatan terkait saja. Tapi menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat.
![]() |
Narasumber Diskusi Gizi |
Pemberian gizi seimbang sangat penting dilakukan terutama sejak 1000 Hari Pertama Kelahiran atau HPK.
“1000 HPK adalah periode kehidupan seorang anak selama dalam kandungan ditambah dua tahun setelah lahir.”
Saat bayi dalam kandungan merupakan fase kritis dalam pembentukan sekaligus pertumbuhan organ-organ tubuhnya. Delapan minggu pertama sejak pembuahan terjadi merupakan pembentukan semua cikal bakal organ tubuhnya. Perkembangan penting sebagian organ berlanjut sampai akhir kehamilan. Apakah perkembangan dan pertumbuhan organ penting seorang anak berakhir saat dia lahir ke dunia? Ternyata tidak. Perkembangan dan pertumbuhan penting sebagian organ ternyata terus berlanjut sampai kurang lebih dua tahun pertama kehidupannya. Jadi, pada 1000 HPK ini, organ-organ penting anak terus tumbuh dan berkembang. Dan untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, tubuh anak memerlukan asupan makanan dengan gizi seimbang.
Berkaitan dengan pentingnya gizi seimbang pada 1000 HPK, pada tanggal 20 Februari 2018 kemarin, Nutrisi Untuk Bangsa menyelenggarakan seminar mengenai pentingnya gizi seimbang pada 1000 HPK. Seminar gizi tersebut berlangsung di Hotel Santika TMII Jakarta Timur. Seminar yang menghadirkan narasumber Prof. Endang L. Achadi; Dr. Tirta Prawita Sari, M.Sc.,Sp.Gk; DR.Dr. Yustina Anie Indriastuti, M.Sc.,Sp.Gk.
Prof.Endang memaparkan bahwa gizi seimbang pada periode 1000 HPK sangatlah penting karena jika periode ini tidak dilalui dengan baik maka akan berdampak terhadap kecerdasan dan kesehatan yang bersifat permanen, sulit untuk diperbaiki dan berpengaruh terhadap dua generasi selanjutnya. Kekurangan gizi pada periode 1000 HPK dapat membuat anak rentan terhadap penyakit tidak menular.
Kekurangan gizi pada periode 1000 HPK memiliki akibat jangka panjang yang cukup mengerikan, seperti:
- Anak/bayi yang kurang memperoleh asupan gizi seimbang pada periode 1000 HPK akan memiliki kecerdasan (kemampuan kognitif) rendah. Di masa sekolahnya pun disinyalir akan mengalami kesulitan dalam bidang matematika dan memiliki kemampuan menghafal yang kurang baik. Anak dengan gizi seimbang akan memiliki komposisi otak padat sedangkan pada anak malnutrisi akan memiliki komposisi otak yang renggang. Kurang gizi berdampak pada lebih sedikitnya jumlah sel-sel otak yang terbentuk sehingga mengakibatkan fungsinya terganggu. Setelah lahir, otak anak masih mengalami perkembangan fungsi dan menurun setelah usia 2-3 tahun. Oleh karena itu anak harus mendapatkan stimulasi yang baik sehingga perkembangan otaknya dapat terus optimal.
- Kurangnya gizi seimbang pada 1000 HPK juga mengakibatkan anak stunting. Stunting adalah kondisi tubuh yang lebih pendek dari standar usianya. Hal ini terjadi akibat gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh yang merupakan dampak dari kurangnya asupan gizi pada 1000 HPK. Stunting pada anak akan mempengaruhi kehidupan si anak di masa datang seperti anak akan tumbuh kurang percaya diri karena memiliki postur tubuh yang lebih mungil dibanding teman-teman seusianya dan kemungkinan besar si anak akan mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Stunting pada anak juga berimbas pada kondisi kesehatan tubuhnya. Penyebab stunting adalah gizi buruk yang menimpa si anak sejak dari kandungan. Stunting telah menjadi perhatian utama dalam bidang kesehatan dan gizi pada bayi dan anak. Stunting bukan disebabkan oleh faktor gen tapi lebih pada gizi buruk yang terjadi dan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ-organ tubuh yang penting.
- Anak yang kurang mendapat asupan gizi seimbang pada periode 1000 HPK akan mudah sekali terkena penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, stroke dan lainnya. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan yaitu anak yang lahir dengan berat badan rendah biasanya memiliki penyakit kronis. Bayi yang lahir dengan ukuran kecil, panjang dan beratnya, padahal dia lahir sesuai dengan perkiraan lahirnya, mengindikasikan bahwa bayi tersebut mengalami hambatan pertumbuhan selama didalam kandungan. Penelitian di Eropa membuktikan bahwa semakin rendah berat badan lahir maka semakin tinggi resiko penyakit jantung yang mungkin akan diderita.
Untuk mengatasi masalah kurang gizi pada periode 1000 HPK, salah satunya adalah dengan memperbaiki gizi calon ibu yang akan hamil. Siapapun yang ingin memiliki anak yang sehat dan cerdas, harus memelihara kesehatan dirinya dengan baik dan mulai mengonsumsi makanan gizi seimbang. Hindarilah melahirkan pada usia remaja saat organ-organ reproduksi belum benar-benar siap. Ibu harus memahami mengenai pentingnya asupan gizi seimbang pada periode 1000 HPK.
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman makanan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah gizi kurang atau gizi lebih (KeMenKes RI, 2014).