Kesehatan

Indonesia Peduli TBC

Beberapa tahun lalu tetangga rumah orangtua di Ciracas cukup banyak yang mengidap TB bahkan meninggal dunia karena penyakit TBC. TBC menyerang anggota keluarga beberapa rumah petak yang saling bersisian. Agak tragis sebenarnya yang terjadi. TBC telah merenggut nyawa 6 orang dari sekitar 14 orang penghuni 4 rumah petak tersebut dalam kurun waktu berdekatan. Tidak sampai setahun. Bukan hanya 6 orang itu saja yang terkena TBC tapi virus TBC telah bersarang dalam tubuh lebih dari sepuluh orang penghuni rumah petakan yang saling bertetangga tersebut.

Pada saat kejadian, kesadaran masyarakat setempat untuk peduli TBC masih  kurang. Hal ini terbukti dari tertularnya satu orang warga yang membantu merawat salah seorang penderita TBC pada saat menjelang kematiannya. Si tetangga yang membantu merawat ini pun tertular virus TB dan akhirnya meregang nyawa juga setelah berjuang melawan TB selama kurang dari setahun. Saya masih ingat betul kejadiannya. Si tetangga ini bukanlah penghuni dari rumah petak tersebut.

Jika saya coba koreksi, terdapat beberapa faktor mengapa TBC menjadi demikian kejamnya terhadap beberapa tetangga orangtua saya. Pada saat itu sosialisasi tentang penanggulangan penyakit TB masih minim. Para warga yang terserang TB kurang mengetahui apa itu TB dan bagaimana cara mengatasinya. Bahkan ada yang tidak menuruti saran dokter untuk melakukan pengobatan TB sampai tuntas. Boro-boro mengetahui tentang etika batuk dan pemakaian masker, untuk meminum obat TB selama 6 bulan saja mereka ngga tahu. Mereka berobat dan ketika mereka merasa badan mereka sudah membaik, mereka berhenti melakukan pengobatan. Padahal pengobatan TB haruslah tuntas sampai 6 bulan. Kondisi seperti inilah yang membuat cukup banyak korban berjatuhan.

Virus TB berhasil diatasi penularannya setelah Pak RT melapor pada Puskesmas kelurahan bahwa di wilayah RT-nya cukup banyak warganya yang terinfeksi TB. Saat itu kendala yang dihadapi adalah mahalnya biaya pengobatan TB karena tidak semua penderita TB memiliki BPJS. Setelah laporan dari Pak RT, mereka yang mengidap TB mendapatkan Kartu Jaminan Sehat dan dapat berobat gratis di fasilitas kesehatan milik pemerintah sesuai aturan yang berlaku.

Senada dengan keadaan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal orangtua, Pak Edi salah satu mantan penderita TB yang hadir dalam acara seminar sehari Tuberkolosis dalam rangka memperingati hari TB sedunia di Ruang Rapat Gedung Kementrian Kesehatan RI juga menceritakan hal yang serupa. Beliau mengatakan bahwa pengobatan TB memerlukan dukungan dari banyak pihak. Jika tidak ditolong dengan BPJS, dia sendiri tak mampu untuk melakukan pengobatan.

Dalam acara seminar yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari TB sedunia yabg jatuh setiap tanggal 24 Maret, selain dihadiri oleh Pak Edi sebagai saksi hidup korban TB, hadir pula Dr. Anung Sugihantono, M.Kes (DirJen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI) dan Bapak Pandu Riono (JetSet TB Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI). Adapun tema hari TB sedunia tahun 2018 adalah “Peduli TBC, Indonesia Sehat melalui aksi temukan tuberkolosis, obati sampai sembuh (TOSS TBC)”.


Dr. Anung memaparkan TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan tuntas. Kuman TB dapat menyerang paru ataupun organ tubuh lainnya misalnya tulang, kelenjar dan kulit. TB dapat menyerang siapa saja tak memandang usia dan strata sosial. Orang kaya dan berpendidikan tinggi pun dapat terkena TB. TB dapat berakibat fatal bahkan kematian jika tak secepatnya diobati sampai tuntas. TB memiliki gejala sebagai berikut, yaitu demam meriang (demam tidak tinggi), batuk berdahak/tidak berdahak selama lebih dua minggu, nyeri dada, batuk yang disertai darah, nafsu makan menurun drastis yang diikuti dengan menyusutnya berat badan tubuh.

Pengobatan TB berlangsung 6-8 bulan yang terbagi dalam 2 tahap. Tahap awal dilakukan setiap hari 2-3 bulan serta tahap lanjutan yang dilakukan 3 kali seminggu selama 4-5 bulan. Pengobatan TB harus sampai tuntas karena jika tidak dilalukan sesuai prosedur dan tuntas maka dapat menyebabkan resistensi obat. Pengobatan yang tidak tuntas akan membuat TB tidak sembuh dan tetap menular ke orang lain, penyakit bertambah parah dan bisa berakibat kematian, obat anti TBC biasa tidak mampu untuk membunuh kuman TB sehingga memerlukan pengobatasn yang cukup lama dengan biaya pengobatan mencapai 200 kali lipat.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban TB yang tinggi. Dalam hal ini, Pak Pandu menjelaskan bahwa Indonesia menghadapi tantangan cukup besar dalam proses eliminasi penyakit TB. Kondisi seperti ini terjadi karena di Indonesia lebih dari separuh pasien yang ditangani belum terlaporkan. Belum lagi ditambah dengan banyaknya  penyakit penyerta TB-HIV, TB MDR, TB DM, TP-malnutrisi, TB-penyakit paru. Mobilisasi sosial dan kepadatan penduduk memudahkan transmisi, berkembangnya TBC yang kebal obat akibat pengobatan yang tidak standar dan rendahnya kepatuhan minum obat, kurangnya sinergi antar sektor dan program antara pemerintah dan mitra terkait. Karena itu untuk mewujudkan suksesnya eliminasi TB pada tahun 2030 nanti, pemerintah melakukan terobosan baru.

Terobosan baru tersebut melingkupi:
– penerapan public-private mix berbasis kabupaten/kota, kerjasama dengan koalisi profesi, sinkronisasi layanan dengan JKN;
– penemuan aktif dan masif melalui pendekatan keluarga;
– penguatan surveilans aktif;
– ekspansi laboratorium berbasis tes cepat molekuler, jejaring transport sputum;
– perubahan pengobatan TB RO jangka pendek dari 18-24 bulan menjadi 9-12 bulan;
– ekspansi layanan TB RO di 360 RS dan balai di 34 provinsi dan desentralisasi layanan ke puskesmas;
– kerjasama lintas sektoral dan masyarakat untuk public awareness dan mobilisasi sosial;
– perencanaan dengan pendekatan multisektoral di kabupaten/kota untuk penerapan SPM untuk TB.

Pemerintah mengupayakan berbagai langkah untuk mewujudkan Indonesia bebas TBC pada tahun 2030 nanti. Satu hal yang sangat berarti yang kini dirasakan oleh masyarakat yang menderita TB adalah obat TB gratis, begitu pula dengan pengobatannya. Pengobatan yang dilakukan pada fasilitas kesehatan pemerintah atau yang telah bekerjasama dengan pemerintah. Yuk sama sama kita wujudkan Indonesia bebas TBC, Indonesia Peduli TBC.



11 Comments

  1. Jadi ingat ada kenalanku juga pernah kena TBC dan akhirnya dia harus dpisahkan tempat makan dll sampai benar2 dinyatakan sembuh, mba. Soalnya TBC kan penyakit menular dan apalagi baut anak anak ya mba. SOsialisasi TBC ini harus selalu dilakukan ya

  2. Dukung program pemerintah bebas TBC 2020, dengan pengobatan gratis InsyaAllah dapat terwujud harapan pemerintah dan harapa. kita semua ya mba

  3. Oooh ternyata kuman TB selain menyerang paru bisa rongrong kulit dan tulang manusia ya. Mesti secepatnya ditangani…bisa menimbulkan kematian jika telat mengobatinya ya. Mesti sembuh benar baru bisa bersosialisasi dg wajar… serem juga.

  4. ya allah ngeri banget dampaknya klo udah kena TB, customer bengkel pak gondrong ada yg kena nih padahal horang kaya + kerja di nett tv juga, tadinya dia gendats jadi kurus banget (dia posting2 foto kaaan di ig)

  5. waduh mak, kakyaknya bahaya juga yah kalalu belom dobai secara tuntas, orang terdekat harusnya bisa selalu dukung nih jika keluarganya terkena TBC

  6. Iya ya teh.. karena minimnya informasi dan sosialisasi membuat penderita TB harus tersiksa lama dan lingkungannya jadi tertular.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button