KeluargaKesehatan

Peran Bidan Dalam Mengubah Persepsi Masyarakat Tentang Kental Manis Bukan Susu

Kental manis (sumber foto : google)

Hampir sebagian besar penduduk negeri ini familiar dengan kental manis. Sayangnya, tak sedikit pula yang beranggapan kalau kental manis adalah susu. Karena persepsi tersebut, cukup banyak ibu yang memberikan bayi dan balitanya kental manis sebagai minuman pendamping ASI atau bahkan sebagai ASI. Persepsi yang keliru namun telah berakar dalam pikiran hampir sebagian besar ibu di pelosok negeri ini.

Kekeliruan persepsi seputar kental manis menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka gizi buruk bayi dan balita di tanah air.Jangankan ibu dengan tingkat pendidikan dan pemahaman yang berbeda-beda seputar pemenuhan gizi dan kental manis, bidan saja banyak yang belum tau bahwa kental manis bukanlah susu. Kental manis adalah minuman dengan perisa susu yang tinggi gula dan rendah protein. Tak mengherankan bila di pelosok tanah air, masih ada bidan yang memberikan saran pada ibu yang memiliki bayi dan balita untuk memberikan anaknya susu kaleng atau kental manis.

Seputar kental manis

Fakta ini diungkap oleh Yayasan Abhipraya Insan Indonesia (YAICI) dalam webinar online dengan tema,“Peran Bidan Dalam Pemenuhan Nutrisi Bayi dan Balita Yang Bebas dari Susu Kaleng” yang dilaksanakan pada tanggal 27 April 2021. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berperan penting dalam melayani masyarakat, bukan hanya membantu dalam proses persalinan tapi juga bagi sebagian besar masyarakat, bidan adalah akses terdekat untuk mendapatkan layanan kesehatan untuk keluarga, terutama perempuan dan anak. Bidan menjadi salah satu pihak yang memiliki peranan penting untuk memberikan pemaparan dan pemahaman seputar pemenuhan gizi keluarga terutama gizi bayi dan balita.

Bidan merupakan ujung tombak bagi optimalisasi 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK). Karena itu, apa yang disampaikan bidan kepada masyarakat menduduki peranan penting dalam proses edukasi gizi dan kesehatan keluarga. Bisa dibayangkan bagaimana pemahaman masyarakat seputar kental manis bila bidan-nya saja tidak tau jika kental manis bukanlah susu.

Webinar YAICI dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Mengenai Peran Bidan Dalam Pemenuhan Nutrisi Bayi dan Balita yang Bebas Susu Kaleng

Webinar online YAICI dan IBI

Webinar online yang dilaksanakan melalui zoom meeting ini menghadirkan nara sumber yang kompeten seputar pemenuhan gizi untuk bayi dan balita. Sebagaimana diketahui, tingkat literasi gizi masyarakat Indonesia masih rendah. Edukasi gizi untuk masyarakat dari sumber-sumber yang kredibel terbilang minim. Hal itu terlihat dari masih ditemukannya pola-pola pengasuhan dan pemberian makan pada anak hanya berdasarkan kebiasaan generasi sebelumnya. Bukan berdasarkan umur dan tumbuh kembang anak sehingga tak mengherankan jika masih cukup banyak bayi dan balita negeri ini yang menderita gizi buruk dan stunting.

Selain itu, faktor iklan berbagai produk pangan juga memiliki peran besar dalam mempengaruhi persepsi masyarakat. Kesalahan pengasuhan anak pada masa 1000 HPK akan berdampak buruk bagi tumbuh kembang dan kualitas anak dimasa produktifnya kelak. Persepsi masyarakat seputar kental manis sangat dipengaruhi oleh iklan yang disampaikan oleh media.

Sampai detik ini, kita masih menemukan iklan-iklan menyesatkan seputar kental manis dan produk pangan lainnya. Iklan media sangat memengaruhi persepsi masyarakat terutama persepsi ibu sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap pemenuhan nutrisi dan gizi untuk keluarganya. Masih rendahnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai pemenuhan gizi untuk bayi dan balita terlihat dari bagaimana pemahaman mereka terhadap produk susu kental manis. 

Kental manis atau yang lebih populer dengan sebutan susu kaleng oleh masyarakat dianggap sebagai minuman yang mengandung gizi dan bernutrisi gizi. Padahal kental manis adalah produk yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau topping. Kental manis bukan susu melainkan minuman dengan perisa susu. Persepsi inilah yang membuat masih banyak orang tua yang memberikan susu kaleng sebagai minuman susu untuk bayi dan balitanya. 

Kental manis mengandung gula yang tinggi dan rendah gizi sehingga tidak bisa diberikan pada bayi dan balita sebagai minuman susu, apalagi sebagai pengganti atau pendamping ASI. Dalam penelitian yang dilakukan oleh YAICI bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU terkait penggunaan susu kental manis bagi balita (bayi dibawah lima tahun) di 5 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku, ditemukan 1 dari 4 anak bayi di bawah lima tahun (balita) masih meminum kental manis setiap hari. Miris,bukan?! 

Selain itu, juga didapatkan fakta sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman susu untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan juga sosial media dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan. Karena itu, dalam rangka memperbaiki persepsi masyarakat, diperlukan komunikasi persuasif yang tepat sehingga dapat mempengaruhi orang untuk mengubah perilaku mereka ke arah yang positif. Disinilah diperlukan peranan bidan sebagai ujung tombak tenaga kesehatan yang memberikan pemahaman mengenai pemenuhan gizi untuk bayi dan balita sehingga tidak lagi terjadi persepsi yang salah terutama tentang pemberian susu kaleng atau kental manis pada bayi dan balita.

Pemahaman gizi seimbang

Bidan harus terus memberikan edukasi dan pemahaman yang benar pada orangtua seputar pemberian dan pemenuhan gizi bayi dan balita. Terus mengedukasi tentang pemberian asupan makanan dengan gizi seimbang untuk tumbuh kembang yang optimal. Dengan langkah ini diharapkan semakin banyak orangtua yang memiliki persepsi yang tepat mengenai pemenuhan gizi keluarga termasuk tentang kental manis bukan susu. Kental manis hanya bisa diberikan sebagai toping atau campuran kue dan kudapan saja dan bukan minuman susu yang bisa dikonsumsi setiap hari.

Kental manis dengan kandungan gula yang tinggi dan rendah gizi, dapat menjadi salah satu pemicu munculnya penyakit tidak menular pada bayi dan balita. Jika kondisi ini tidak segera diatasi maka dapat dipastikan di masa depan akan terjadi penurunan kualitas hidup pada generasi penerus bangsa. Kualitas hidup generasi penerus bangsa di masa depan ditentukan oleh asupan nutrisi yang dikonsumsi saat ini. Oleh karena diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik diantara pihak-pihak terkait termasuk bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat.

Persepsi dan pemahaman bidan seputar pemenuhan gizi bayi dan balita serta tentang kental manis harus diluruskan terlebih dulu. Memang bukanlah hal yang mudah untuk merubah persepsi masyarakat yang sudah terlanjur salah tentang susu kental manis yang sejak 1 abad diiklankan sebagai minuman bergizi bagi anak. Ditambah masih ada tenaga kesehatan, salah satunya bidan yang masih menginformasikan skm adalah susu. Namun kondisi ini harus segera diperbaiki demi masa depan bangsa.

Badan POM telah mengeluarkan Perka No.31 tahun 2018 terkait label dan iklan pada kental manis, namun sayangnya hal ini tidak lantas membuat masyarakat langsung menjadi paham dan tahu mengenai fakta seputar kental manis, terutama masyarakat di pinggiran atau di desa yang tidak terjangkau oleh akses informasi seperti media social. Ditambah lagi dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan maupun produsen kental manis.

Untuk menyelamatkan masa depan bangsa ini dan membentuk generasi penerus bangsa yang sehat dan cerdas, sudah saatnya bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan balita, memainkan peranannya dengan baik. Yaitu mengedukasi ibu tentang kesehatan dan gizi anak dari mengonsumsi produk yang tidak cocok bagi kebutuhan gizi anak, selain menjalankan tugas utamanya sebagai pembantu persalinan. 

Bidan harus dapat menjadi pendamping terbaik bagi orang tua terutama ibu pada 1000 HPK sehingga para ibu memperoleh informasi yang benar dan tepat mengenai pemenuhan gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang optimal. Jika peranan ini dapat diemban dengan baik oleh bidan dan petugas kesehatan lainnya hingga masyarakat memiliki tingkat literasi yang baik seputar pemenuhan gizi bayi dan balita, maka target pemerintah untuk menurunkan tingkat prevalensi stunting pada bayi dan balita akan tercapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button