Disiplin Protokol Kesehatan, COVID-19 Ambyar
Tahun 2020 terasa sangat lambat sekali bergulir, setiap hari
terasa sama saja. Sudah ngga bisa bedain lagi mana hari libur dan hari kerja.
Setidaknya inilah yang saya rasakan. Sejak negara korona menyerang, tatanan
kehidupan saya mengalami cukup banyak perubahan yang signifikan. Hampir semua
pekerjaan, saya lakukan dari rumah karena adanya larangan untuk berkumpul
banyak orang. Sebagai seorang freelancer yang terbiasa dengan aktivitas di luar
rumah, tiba-tiba harus di rumah saja membuat jiwa petualangan saya meronta.
Di rumah saja bukanlah hal yang “biasa dan mudah” untuk
saya. Beban makin terasa saat anak-anak dan suami pun terpaksa sekolah
dan bekerja dari rumah . Saya, anak-anak dan suami dipaksa untuk cepat
beradaptasi dengan kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Bisa dibilang semua
orang terdampak akibat serangan COVID-19 ini. Anak-anak tak lagi bisa bermain
dengan leluasa di luar rumah bersama teman-temannya, setiap hari mengerjakan
tugas sekolah dengan bimbingan guru yang hanya bisa mereka lihat melalui
digital/online. Mereka dipaksa untuk menerima ayah atau ibu mereka sebagai guru
ketika melakukan aktivitas belajar secara daring. Dan ini bukanlah hal yang
menyenangkan untuk mereka.
Sekarang mari lihat dampak pandemi global ini untuk orangtua. Para
orangtua pekerja yang biasanya pergi ke kantor ataupun pabrik, sejak
diterapkannya PSBB, mereka terpaksa bekerja dari rumah ataupun bekerja secara
rolling. Dua hari di rumah,sehari ke kantor. Ini masih Alhamdulillah
dibandingkan dengan mereka yang perusahaannya kolaps dan tidak bisa bertahan
akibat pandemi.
Pandemi ini memaksa kita semua, anak-anak maupun orang dewasa
untuk dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru. Apa sajakah kebiasaan baru yang
harus diterapkan sehari-hari akibat adanya pandemi ini? Pemerintah melalui
Kemenkes RI telah mengeluarkan himbauan agar seluruh masyarakat menerapkan
perilaku 3M untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.
Perilaku 3M meliputi :
1. Memakai masker yang sesuai dengan standar kesehatan;
2. Menjaga jarak (social distancing) dengan jarak aman minimal
satu meter ;
3. Mencuci tangan dengan sabun.
Sekilas tampak mudah dan remeh perilaku 3M ini tapi pada
realitasnya ternyata tidak semulus pantat bayi sodara sodara wekekek. Salah
satu contohnya adalah penerintah harus melakukan razia masker dulu baru masyarakat
pada mau pakai masker. Itupun masih ada saja orang yang abai dan lalai memakai
masker.
Kurangnya kesadaran masyarakat luas akan pentingnya menerapkan
perilaku 3M menjadi alasan Kemenkes RI melalui Ditpromkes untuk
menyelenggarakan seminar online bareng blogger dengan tema “Yuuk
Disipilin…COVID-19 Ambyar”.
Edukasi Protokol Kesehatan Zaman Now
Seminar online bareng blogger ini diselenggarakan oleh Direktorat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI (Ditpromkes) pada
tanggal 30 September 2020 dengan memanfaatkan aplikasi zoom meeting. Seminar
online bareng blogger menghadirkan tiga orang narasumber yaitu Bapak Riskiyana
(Direktur Ditpromkes), Ibu Rosemini (psikolog) dan Mbak Wardah Fajri (Founder
Komunitas Blogger).
Pak Riskiyana menjelaskan mengenai upaya edukasi protokol
kesehatan pada masa pandemi yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah
menerapkan perilaku 3M sebagai upaya memutus rantai penyebaran Coronavirus. Pak
Riski memaparkan terlebih dulu mengenai gejala klinis dan penularan COVID-19.
Gejala klinis yang menjadi tanda serangan Coronavirus, diantaranya: demam
diatas 37,3°C, batuk, pilek, gangguan pernafasan (sesak nafas), sakit
tenggorokan, letih, lesu, hilangnya indera penciuman (tidak dapat mencium bau) dan
diare (gejala ini dialami oleh sebagian pasien positif COVID-19).
Penularan Coronavirus ini dapat melalui droplet/tetesan cairan
yang berasal dari batuk/bersin orang yang terinfeksi, kontak pribadi seperti
menyentuh dan berjabat tangan, melalui airbone. Pak Riski juga memaparkan
mengenai hasil survei kepatuhan masyarakat dalam melakukan protokol kesehatan
3M yang dilakukan oleh Balitbangkes Kemenkes RI.
Hasil survei kepatuhan masyarakat tersebut menunjukkan bahwa:
– Persepsi risiko jaga jarak dan pakai masker masih cukup rendah;
– Lebih dari 50% sulit jaga jarak dengan orang yang dikenal;
– Peningkatan himbauan jaga jarak, hanya 30% yang melakukannya;
– 91% masyarakat percaya tenaga kesehatan mampu menangani virus
ini;
– baru sekitar 35-40% masyarakat yang patuh menjaga jarak;
– 68% masyarakat percaya pemerintah mampu menangani pandemi ini;
– 80-85% masyarakat memahami resiko penularan Coronavirus dan
62-75% memahami resiko kematian;
– Belum semua masyarakat melakukan perilaku baru rajin mencuci
tangan dengan sabun.
Protokol kesehatan berupa perilaku 3M merupakan perlindungan kesehatan
individu yang harus terus diedukasi penerapannya sehingga masyarakat
menjadikannya sebagai kebiasaan baru. Kesadaran masyarakat akan pentingnya
menerapkan perilaku 3M sebagai kebiasaan baru harus terus ditingkatkan agar
rantai penyebaran COVID-19 dapat diputus.
Untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya menerapkan perilaku kebiasaan baru di era pandemi ini, dimulai dari
keluarga. Keluarga merupakan garda terdepan pencegahan COVID-19. Disiplin dalam
keluarga, disiplin juga di masyarakat. Pak Riski menegaskan jika sehat dimulai
dari diri sendiri lalu diedukasikan dalam keluarga kemudian disosialisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Disiplin, Semangat Menerapkan Protokol Kesehatan di Masa Pandemi
Serupa dengan yang disampaikan oleh Pak Riskiyana, Bu Mini,
panggilan akrab Dr. Rose Mini A.P, M.Psi juga mengatakan bahwa perlu
kedisiplinan untuk dapat menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi. Masa
pandemi seperti sekarang ini menuntut adanya kesadaran masyarakat akan
pentingnya menerapkan Kebiasaan baru yaitu perilaku 3M agar rantai penularan
virus dapat terputus.
Sama seperti yang diungkapkan oleh Pak Riski, Bu Mini juga
mengatakan bahwa belum semua masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya menerapkan perilaku 3M. Kurangnya kedisiplinan dalam menerapkan
adaptasi kebiasaan baru berupa perilaku 3M disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal mencakup kurangnya moral virtue dan kesalahan dalam proses
belajar. Sedangkan faktor eksternal meliputi aturan pemerintah yang tidak baku,
ngga adanya contoh dan konsekuensi yang tidak ketat bagi yang tidak melakukan
atau melanggar.
Moral virtue yang dimaksud adalah empati, hati nurani, kontrol
diri, menghargai orang lain, kebaikan (kindness), tenggang rasa (toleransi) dan
keadilan (fairness). Agar disiplin protokol kesehatan dapat terbentuk, faktor
internal dan eksternal harus dilakukan secara bersama dan berulang sehingga
menjadi sebuah pembiasaan. Pemahaman dan kesadaran harus terbentuk sehingga
pengaruh faktor eksternal dapat dikurangi. Jika semua hal tersebut dapat
dilakukan dan berjalan dengan baik, kedisiplinan dapat terbentuk.
Kesadaran dan disiplin dalam diri harus terlebih dulu ditingkatkan
baru kemudian diedukasikan pada lingkup keluarga. Hal-hal yang harus dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran dan disiplin diri, yaitu:
#perkuat moral virtue
#kenali manfaat 3 M bagi diri sendiri
# permudah perilaku kebiasaan baru
#konsisten menerapkan kebiasaan baru
#mulailah dari diri sendiri baru kemudian keluarga
#jadilah contoh untuk lingkungan
Bu Mini menggarisbawahi bahwa untuk tetap disiplin dalam
menerapkan adaptasi kebiasaan baru harus dimulai dari diri sendiri. Jumlah
orang yang terinfeksi virus ini terus bertambah secara signifikan setiap
harinya dan ini tidak dapat dianggap remeh. Perlu adanya kerjasama dan
kesadaran semua pihak, pemerintah dan masyarakat.
Mba Wardah Fajri sebagai Founder BloggerCrony Community
mengungkapkan bahwa pada masa pandemi ini, blogger memiliki peranan dalam
membantu mengedukasi tentang pentingnya disiplin dalam melakukan kebiasaan baru
yaitu perilaku 3M. Blogger dapat membantu mengedukasi masyarakat melalui
tulisannya sehingga masyarakat lebih memahami lagi pentingnya menerapkan
perilaku kebiasaan baru sebagai langkah memutus rantai penyebaran COVID-19 di
tanah air.