Kesehatan

Benarkah Penderita Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan?

Benarkah penyandang disabilitas dan penderita kusta identik dengan kemiskinan? Kenapa demikian?

Stigma terhadap penderita kusta dan penyandang disabilitas di Indonesia hingga saat ini masih saja terjadi. Stigma tersebut membuat terjadinya diskriminasi terhadap penderita kusta ataupun OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) dan penyandang disabilitas lainnya. Diskriminasi juga terjadi dalam bidang ekonomi hingga membuat OYPMK dan penyandang disabilitas kesulitan untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Akibatnya mereka tidak bisa mandiri dan hidup penuh kekurangan. Benarkah penderita kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan?

Berdasarkan data yang dilansir dari WHO, Indonesia merupakan penyumbang kasus baru kusta nomor 3 terbesar di dunia, setelah India dan Brasil. Di Indonesia sendiri berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan bertambahnya kasus baru kusta. Namun masalah kusta ini tidak hanya sampai disitu saja, OYPMK terutama yang mengalami kecacatan fisik memunculkan masalah sosial ekonomi. Mereka yang mengalami cacat fisik akibat penyakit kusta mengalami diskriminasi dan tidak bisa hidup mandiri hingga akhirnya berdampak pada kemiskinan.

Diskriminasi yang dialami oleh OYPMK dan penyandang disabilitas terutama cacat fisik yang disebabkan oleh kusta merupakan salah satu dampak yang terjadi karena adanya stigma negatif yang berkembang dalam masyarakat terhadap penderita kusta dan disabilitas. OYPMK dan disabilitas tidak bisa bebas untuk mendapatkan hak mereka seperti hak dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan berkontribusi sosial dalam kegiatan bermasyarakat. Ruang gerak mereka menjadi terbatas akibat adanya stigma negatif yang ada di masyarakat.

Talkshow Ruang Publik KBR; “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?”


Talkshow Ruang Publik KBR tanggal 28 September 2022

Terkait dengan adanya fakta bahwa penderita kusta dan disabilitas mengalami kesulitan untuk hidup mandiri dan memiliki pekerjaan yang layak hingga mereka identik dengan kemiskinan, Ruang Publik KBR mengadakan talkshow dengan tema, “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?” Talkshow yang disiarkan secara streaming melalui kanal youtube KBR menghadirkan Mbak Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas dan Bapak Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden (KSP).

Mbak Dwi mengatakan bahwa tingkat kemiskinan penyandang disabilitas termasuk OYPMK dan yang mengalami cacat fisik di Indonesia berada di angka 15,26% dari persentase angka kemiskinan masyarakat Indonesia. Sedangkan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia yang non disabilitas berada di angka 10,14% dari persentase keseluruhan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia. Persentase tingkat kemiskinan penyandang disabilitas diyakini karena adanya hubungan antara diskriminasi akibat stigma negatif masyarakat dengan terbatasnya ruang gerak penyandang disabilitas termasuk OYPMK untuk bekerja dan produktif. Penyandang disabilitas dan OYPMK banyak yang mengalami kesulitan ekonomi akibat terbatasnya akses untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan berkontribusi dalam masyarakat.

Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas

Berdasarkan pemaparan Bapak Sunarman, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan stigma dan diskriminasi sosial ekonomi terhadap penyandang disabilitas dan OYPMK. Melalui berbagai program kesehatan dibawah Kementerian Kesehatan RI, pemerintah telah melakukan edukasi terkait stigma negatif terhadap penyandang disabilitas dan OYPMK serta pengobatan gratis untuk penderita kusta. Masyarakat harus terus diedukasi bahwa penyakit kusta bukan penyakit kutukan dan bisa disembuhkan. Penyakit kusta adalah penyakit menular yang tidak mudah menular.

Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) juga telah memiliki program yang bertujuan memberi peluang bagi penyandang disabilitas dan penderita kusta di sektor pekerjaan. Kemenaker menerapkan aturan pemberian kuota untuk tenaga kerja disabilitas sebesar minimal 2% di perusahaan pemerintah dan minimal 1% di perusahaan swasta. Program ini diharapkan dapat membantu penyandang disabilitas dan penderita kusta untuk memperoleh haknya dalam sektor pekerjaan. Penyandang disabilitas dan OYPMK terus didukung agar mampu berkarya dan produktif supaya mereka dapat mandiri secara finansial.

Perlahan namun pasti, pemerintah berupaya untuk menekan tingkat kemiskinan di kalangan penyandang disabilitas dan penderita kusta. Pemerintah juga mewajibkan provinsi dan tingkat kota/kabupaten untuk memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). ULD ini yang memberikan informasi lowongan kerja dan mempromosikan tenaga kerja disabilitas kepada pemberi kerja terutama pihak swasta. Selain itu, ULD bertugas memberikan penyuluhan dan bimbingan pada penyandang disabilitas dan OYPMK supaya mereka dapat berkontribusi aktif dalam kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.

Semua upaya yang tengah dilakukan pemerintah dengan melibatkan semua pihak terkait, diharapkan dapat membantu menghapus stigma negatif dan diskriminasi sosial ekonomi terhadap penyandang disabilitas dan OYPMK sehingga mereka dapat aktif berkontribusi sosial dalam masyarakat, berkarya, produktif dan hidup tanpa kekurangan. Dan tidak ada lagi anggapan bahwa penyandang disabilitas dan penderita kusta identik dengan kemiskinan. Indonesia harus bisa terbebas dari kusta.

Bapak Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden (KSP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button