Kesehatan

Cegah Pnemonia Pada Anak Dengan STOP

Pnemonia pembunuh pertama pada anak dan balita

Beberapa bulan lalu, seorang teman kehilangan buah hatinya yang baru berusia 2,8tahun karena mengalami infeksi pada paru parunya. Menurut penuturan teman saya ini, awalnya dia mengira anaknya hanya terkena batuk flu biasa saja. Pada 24 jam pertama anaknya menunjukkan gejala batuk dan demam, teman saya ini memberikan obat batuk flu pada anaknya. Namun selama 2x 24jam, gejala tersebut tak kunjung membaik. Si anak terlihat semakin lesu dan seperti kesulitan bernafas. Nafasnya pun mengeluarkan bunyi. Pada hari ketiga, teman saya ini membawa anaknya untuk berobat ke bidan tak jauh dari rumahnya. Ketika saya menanyakan kenapa dibawa ke bidan bukan ke dokter, teman saya bilang bahwa kalau anak-anaknya sakit ya dibawanya ke bidan dan biasanya sembuh.

Setelah minum obat dari bidan, kondisi si anak terlihat sedikit membaik, demamnya turun meski batuknya tak kunjung mereda. Teman saya merasa bahwa anaknya baik-baik saja dan hanya mengalami batuk pilek saja. Nanti juga sembuh, begitu pikirnya. Teman saya ini sama sekali tidak curiga dengan kondisi anaknya yang tidak mau makan dan batuk berdahak yang tak kunjung reda bahkan mengeluarkan cairan kuning kental saat batuk. Sudah lebih dari seminggu, anaknya masih batuk berdahak. Pada hari ke-9 atau 10, teman saya lupa tepatnya, anaknya mengalami kesulitan bernafas. Mengeluh sakit pada dadanya dan nafasnya pun terdengar sangat cepat. Mendapati kondisi anaknya yang seperti itu, teman saya pun membawa anaknya ke klinik kesehatan terdekat. Sesampainya di klinik, dokter yang memeriksa langsung memberi surat pengantar ke rumah sakit. Dan harus dibawa ke rumah sakit hari itu juga. 
Sesampainya di rumah sakit, si anak langsung diperiksa dan dilakukan beberapa tes. Dari hasil tes tersebut, dokter menyimpulkan terjadi infeksi akut pada saluran pernafasannya. Dan anaknya harus di opname karena kondisinya yang serius. Dokter mengatakan bahwa anak teman saya ini mengalami pnemonia atau paru paru basah. Saat itu juga, dokter menempatkan anak teman saya ini di ruang isolasi dan terus dipantau perkembangannya terus menerus.
Teman saya ini, tipe orang tua yang tidak percaya pada imunisasi atau pemberian vaksin pada anak. Tak percaya pula pada dokter atau rumah sakit. Agak pusing kan yah dengernya *tepokjidat. Dan menurut dokter, salah satu penyebab buruknya kondisi anaknya karena si anak tidak pernah diimunisasi sekalipun semasa hidupnya. Hingga tubuhnya rentan sekali dengan bakteri dan virus. Ditambah lagi, di rumah teman saya itu, kedua adik laki lakinya yang tinggal serumah dengan dirinya, adalah perokok berat. Kedua adiknya ini merokok di mana saja tanpa terkecuali meskipun ada ponakannya berada di dekatnya bahkan pada saat ponakannya mengalami sakit, kedua adik teman saya ini tetap saja merokok di dalam rumah.
Dokter yang menangani anak teman saya tersebut, sempat menyesalkan kenapa si anak baru dibawa ke rumah sakit pada saat kondisinya cukup buruk dan menyayangkan mengapa tidak diberikan imunisasi dan teman saya mengatakan bahwa anak pertama dan keduanya baik-baik saja meskipun tidak diimunisasi jadi ya dia tetap pada pendiriannya bahwa anak ketiganya pun akan sama seperti kedua kakaknya, baik-baik saja walaupun tidak memperoleh imunisasi sejak lahir. Teman saya juga mengatakan pada dokter bahwa dia mengira anaknya hanya batuk biasa saja. Karena itulah tidak secepatnya dibawa berobat dan memang jarang sekali periksa ke dokter jika anaknya sakit.
Pada hari kedua di rumah sakit, anak teman saya mengalami gagal nafas dan akhirnya meninggal dunia. Dari peristiwa teman saya ini, saya jadi semakin menyadari pentingnya imunisasi pada anak dan perlunya sikap waspada orang tua terhadap kondisi kesehatan anaknya. Saya sebenarnya kesal dengan sikap teman saya ini bahkan sampai akhir hayat anaknya, dia tetap saja ngeyel bahwa anaknya hanya terkena flu biasa saja. Padahal anaknya terkena pnemonia.
Oh ya, pernah dengar pnemonia kan? Pnemonia atau penyakit paru paru basah merupakan penyakit karena adanya  infeksi yang mengakibatkan peradangan pada kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru. Pada penderita pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung saluran pernapasan dalam paru-paru (alveoli) mengalami peradangan dan penuh oleh cairan.  
Seseorang yang menderita pnemonia akan mengalami sesak napas, batuk berdahak, demam dan tubuhnya berkeringat karena menggigil. Terkadang disertai rasa mual dan nyeri di dada. Pnemonia disebabkan oleh adanya bakteri, virus dan jamur yang mengakibatkan terjadinya infeksi pada ujung saluran pernafasan di paru paru.
Pnemonia harus segera diatasi karena penyakit ini cukup berbahaya apalagi jika menyerang anak dan balita. Dan inilah yang terjadi pada anak teman saya. Menurut data yang dikumpulkan oleh WHO, neumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak tertinggi di dunia. Bahkan lebih tinggi dari HIV AIDS. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa penyakit ini menjadi pemicu 16% kematian anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Di Indonesia, penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak dan balita.

Kurang tanggapnya orangtua terhadap gejala pnemonia pada anak menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian bayi dan balita karena pnemonia ini. Orang tua sering terlambat menyadari bahwa buah hatinya terserang pnemonia hingga telat diobati.

Orang tua harus curiga dan secepatnya membawa bayi dan balitanya ke fasilitas kesehatan terdekat jika si anak mengalami gejala seperti:
– demam yang cukup tinggi;
– sesak nafas atau bayi tampak kesulitan saat bernapas;
– hidung bayi kembang kempis sewaktu bernapas;
– nafas bayi berbunyi;
– anak mengalami batuk pilek yang berkepanjangan;
– anak tidak mau menyusu atau makan;
– anak merasakan sakit atau nyeri pada dada atau sekitar perut;
– anak yang terserang pnemonia, biasanya tampak gelisah dan lemas;
– bibir dan kuku anak tampak membiru.
Orang tua harus mewaspadai jika menemukan gejala-gejala tersebut pada buah hatinya. Jangan sampai lalai dan menganggap enteng batuk pilek pada anak. Terutama jika tak kunjung membaik meski sudah diberi obat.

Cegah pnemonia pada anak

Seperti yang telah disebutkan, pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus. Di Indonesia, pemicu terjadinya pnemonia karena adanya polusi udara dan kebiasaan buruk merokok yang sampai saat ini susah sekali dihentikan.  Pneumonia sangat mudah ditularkan melalui udara. Biasanya,penularannya terjadi ketika seseorang yang terkena kondisi ini bersin atau batuk.

Virus dan bakteri penyebab pneumonia dapat dengan mudah keluar melalui hidung atau mulut saat bersin dan kemudian menginfeksi tubuh yang lain. Bakteri dan virus dapat dikeluarkan dengan mudah saat seseorang bernapas. Pnemonia pada anak seringkali terlambat diketahui karena sering dianggap sebagai batuk pilek biasa. Orang tua tak jarang menganggap remeh kondisi anak yang sedang mengalami batuk dan demam. Yups, karena mereka mengira hanya batuk pilek biasa saja. Padahal bisa saja anaknya sedang terserang pnemonia.

Cegah Pnemonia Pada Anak Dengan STOP

Deteksi dini pnemonia pada anak dapat dilakukan dengan cara menghitung nafas anak ketika terjadi batuk. Keluarga, terutama orang tua harus waspada dan peka terhadap kondisi kesehatan buah hatinya. Pnemonia pada anak harus secepatnya ditangani karena kalau terlambat akan fatal akibatnya. Terkait dengan tingginya angka pnemonia pada anak dan balita, beberapa waktu lalu di pelataran Museum Fatahillah/Kota Tua Jakarta diadakan acara.yang bertema cegah dan atasi pnemonia pada anak dengan cara STOP.

Nara sumber yang hadir

Acara ini diselenggarakan oleh Yayasan Save The Children dan Radio Jaringan KBR. Acara ini menghadirkan beberapa nara sumber yang membahas pnemonia pada anak.
Nara sumber yang hadir, yaitu:
– Selina Patta Sumbung (Ketua Yayasan Save The Children);
– dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A (Ikatan Dokter Anak Indonesia);
– Bayu Oktara (artis dan father figure);
– dr. Erna Mulati MSc. CMFM ( Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI);
– dr. Windra Waworuntu M.Kes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI).

dr. Madelaine menjelaskan bahwa orang tua harus curiga jika melihat anaknya demam dan batuk yang disertai dengan nafas yang cepat dan terkadang disertai oleh mual dan diare. Apalagi jika anak terlihat lemas dan tampak tak bergairah serta kehilangan selera makan bahkan tidak mau makan sama sekali. Keluarga dan orang tua merupakan ujung tombak dalam mengendalikan tingginya tingkat kejadian pnemonia pada anak dan balita.

Kemenkes RI memperkenalkan STOP pnemonia sebagai cara pencegahan dan pengendalian terhadap pnemonia pada anak.
STOP pnemonia meliputi:
1. S = Pemberian ASI eksklusif pada bayi selama minimal 6 bulan dan kemudian tambahkan dengan MPASI hingga usia dua tahun;
2. T = Tuntaskan imunisasi;
3. O = Obati anak sesegera mungkin jika anak mengalami gejala sakit;
4. P = Pastikan kecukupan gizi dan balita pada anak.

Orang tua, dalam hal ini ayah dan ibu harus dapat bekerjasama dalam memastikan bahwa anaknya dalam kondisi sehat dan jika si anak menunjukkan gejala-gejala kesehatan yang tak semestinya, harus secepatnya dilakukan tindakan pengobatan. Pnemonia pada anak rentan sekali terjadi pada anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan perokok. Hal inilah yang wajib disadari oleh para orang tua. Rokok dan polusi udara merupakan faktor penyebab terjadinya pnemonia pada anak.

Anak dan balita yang memperoleh ASI eksklusif cenderung lebih kuat terhadap pnemonia ini. Oleh karena itu, pastikan bayi dan balita memperoleh ASI eksklusif selama minimal 6 bulan dan memperoleh asupan gizi yang cukup. Jika anak mengalami gizi buruk dan terserang pnemonia, akan berakibat fatal bagi si anak bahkan anak dapat mengalami kematian.

Yuk sudah saatnya kita lebih aware lagi terhadap pnemonia ini dan cegah terjadinya pnemonia pada anak dengan STOP.

Cegah pnemonia dengan STOP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button